JAKARTA. Manusia sebagai mahluk sosial yang beradab mempertahankan hidupnya dengan bekerja. Setidaknya ketika manusia mau makan, maka terlebih dahulu ia harus bekerja untuk mencari bahan makanan, untuk dikumpulkan, dibersihkan, dimasak, akhirnya dimakan. Semua kegiatan tersebut, sekecil dan sesederhana apapun, adalah pekerjaan yang memerlukan kompetensi kerja.
Kompetensi kerja dapat dibagi kedalam 3 kelompok kompetensi, yaitu kognitif (pengetahuan), psikomotor (keterampilan), dan afektif (sikap, nilai, minat). Berdasarkan hal ini, maka kompetensi kerja didifinisikan sebagai "kualifikasi pekerja yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang disepakati".
Ketika menyangkut pekerjaan yang dilakukan hanya untuk melayani diri atau keluarga sendiri, standar kompetensi tidak diperlukan. Tetapi ketika pekerjaan tersebut berkaitan dengan jasa untuk melayani orang lain, dan mendapat bayaran, maka diperlukan standar kompetensi, baik bersifat lokal, nasional, maupun internasional.
Standar kompetensi kerja sangat berguna bagi "pemangku kepentingan". Kegunaan kompetensi kerja bagi pekerja antara lain adalah: Untuk menjamin produktivitas kerja dan keselamatan kerja, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan tenaga kerja; Kegunaan kompetensi kerja bagi pemberi kerja (employer) antara lain adalah: Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas industri, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan persaingan usaha di dunia industri; Kegunaan kompetensi kerja bagi konsumen antara lain adalah: Untuk menghilangkan keraguan terhadap kecukupan kuantitas dan kualitas barang, termasuk terbebas dari barang-barang berbahaya bagi konsumen.
Semakin tinggi kompetensi kerja, maka akan semakin baik di mata "pemangku kepentingan". Seirama dengan semakin dikembangkannya industri berteknologi tinggi saat ini, maka standar kompetensi kerja juga harus semakin tinggi menyesuaikan dengan tuntutan industri berteknologi tinggi. Adapun cara peningkatan kompetensi kerja tersebut adalah melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja.
Angkatan kerja dan penganggur yang sedang memasuki dunia kerja merupakan input dari sistem pelatihan kerja nasional. Setelah mereka mengikuti proses seleksi masuk, pelatihan dan penilaian kelulusan di lembaga pelatihan kerja, maka selanjutnya mereka sebagai calon tenaga kerja akan mengikuti uji kompetensi oleh tenaga kerja berpengalaman, dan diberikan sertifikasi kompetensi oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi dan atau oleh Lembaga Sertifikasi Profesi sehingga berhak memperoleh predikat sebagai tenaga kerja kompeten di bidangnya.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), kualifikasi tenaga kerja dibagi menjadi 9 golongan, yang tercipta melalui jalur pendidikan akademis atau pendidikan kompetensi dan jalur pengalaman. Kualifikasi tertinggi adalah kualfikasi 9 yang berdasarkan jalur pendidikan (kognitif) di sebut dengan "spesialis", sedang berdasarkan jalur pengalaman (psikomotor) disebut "ahli".
Sejalan dengan Master Plan Pembangunan dan Pengembangan Ekonomi Indonesia (MP3EI), yang dibagi. kedalam enam koridor pengembangan ekonomi, maka diperlukan tenaga kerja yang memilki kompetensi yang sesuai dengan potensi ekonomi masing masing koridor. Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) telah membagi kedalam 22 kegiatan utama yang akan dikembangkan, yaitu: Besi baja, Perkapalan, Kelapa Sawit, Karet, Batubara, Jembatan Selat Sunda, Makanan Minuman, Tekstil, Peralatan Transportasi, Jabodetabek Area, Pertahanan / Alusista, Bauksit, Migas, Perkayuan, Nikel, Pertanian Pangan, Perikanan, Pariwisata, Peternakan, dan Tembaga. Adapun perkiraan penyerapan tenaga kerja sebanyak 4.731.200 orang, dan mereka inilah yang memerlukan sertifikasi kompetensi kerja.
Saat ini, upaya untuk mewujudkan Indonesia Kompeten masih dihadapkan pada masih rendahnya rata rata lama sekolah di Indonesia sebesar 7,6 tahun, artinya belum lulus Sekolah Menengah Pertama, serta masih belum tumbuhnya kesadaran akan pentingnya Sertifikasi Kompetensi Profesi, yang tergambar dari tenaga kerja yang memiliki sertifikat kompetensi kerja masih sekitar 1,8 % dari total angkatan kerja. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan menjelang Asean Economic Communty tahun 2015. Boleh jadi tenaga kerja Indonesia akan kalah bersaing di 12 sektor prioritas, antara lain: Healthcare, Tourism, Logistic Services, E-Asean, Air Travel Transport, Agro-based Products, Electronics, Fisheries, Rubber based Products, Textiles & Apparels, Automotive, dan Wood based Products.
Berdasarkan tantangan dan peluang tersebut, maka sistem pelatihan tenaga kerja untuk mencetak tenaga kerja kompeten merupakan tanggung jawab bersama seluruh "pemangku kepentingan", yaitu seluruh rakyat Indonesia.
Kompetensi kerja dapat dibagi kedalam 3 kelompok kompetensi, yaitu kognitif (pengetahuan), psikomotor (keterampilan), dan afektif (sikap, nilai, minat). Berdasarkan hal ini, maka kompetensi kerja didifinisikan sebagai "kualifikasi pekerja yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang disepakati".
Ketika menyangkut pekerjaan yang dilakukan hanya untuk melayani diri atau keluarga sendiri, standar kompetensi tidak diperlukan. Tetapi ketika pekerjaan tersebut berkaitan dengan jasa untuk melayani orang lain, dan mendapat bayaran, maka diperlukan standar kompetensi, baik bersifat lokal, nasional, maupun internasional.
Standar kompetensi kerja sangat berguna bagi "pemangku kepentingan". Kegunaan kompetensi kerja bagi pekerja antara lain adalah: Untuk menjamin produktivitas kerja dan keselamatan kerja, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan tenaga kerja; Kegunaan kompetensi kerja bagi pemberi kerja (employer) antara lain adalah: Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas industri, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan persaingan usaha di dunia industri; Kegunaan kompetensi kerja bagi konsumen antara lain adalah: Untuk menghilangkan keraguan terhadap kecukupan kuantitas dan kualitas barang, termasuk terbebas dari barang-barang berbahaya bagi konsumen.
Semakin tinggi kompetensi kerja, maka akan semakin baik di mata "pemangku kepentingan". Seirama dengan semakin dikembangkannya industri berteknologi tinggi saat ini, maka standar kompetensi kerja juga harus semakin tinggi menyesuaikan dengan tuntutan industri berteknologi tinggi. Adapun cara peningkatan kompetensi kerja tersebut adalah melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja.
Angkatan kerja dan penganggur yang sedang memasuki dunia kerja merupakan input dari sistem pelatihan kerja nasional. Setelah mereka mengikuti proses seleksi masuk, pelatihan dan penilaian kelulusan di lembaga pelatihan kerja, maka selanjutnya mereka sebagai calon tenaga kerja akan mengikuti uji kompetensi oleh tenaga kerja berpengalaman, dan diberikan sertifikasi kompetensi oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi dan atau oleh Lembaga Sertifikasi Profesi sehingga berhak memperoleh predikat sebagai tenaga kerja kompeten di bidangnya.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), kualifikasi tenaga kerja dibagi menjadi 9 golongan, yang tercipta melalui jalur pendidikan akademis atau pendidikan kompetensi dan jalur pengalaman. Kualifikasi tertinggi adalah kualfikasi 9 yang berdasarkan jalur pendidikan (kognitif) di sebut dengan "spesialis", sedang berdasarkan jalur pengalaman (psikomotor) disebut "ahli".
Sejalan dengan Master Plan Pembangunan dan Pengembangan Ekonomi Indonesia (MP3EI), yang dibagi. kedalam enam koridor pengembangan ekonomi, maka diperlukan tenaga kerja yang memilki kompetensi yang sesuai dengan potensi ekonomi masing masing koridor. Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) telah membagi kedalam 22 kegiatan utama yang akan dikembangkan, yaitu: Besi baja, Perkapalan, Kelapa Sawit, Karet, Batubara, Jembatan Selat Sunda, Makanan Minuman, Tekstil, Peralatan Transportasi, Jabodetabek Area, Pertahanan / Alusista, Bauksit, Migas, Perkayuan, Nikel, Pertanian Pangan, Perikanan, Pariwisata, Peternakan, dan Tembaga. Adapun perkiraan penyerapan tenaga kerja sebanyak 4.731.200 orang, dan mereka inilah yang memerlukan sertifikasi kompetensi kerja.
Saat ini, upaya untuk mewujudkan Indonesia Kompeten masih dihadapkan pada masih rendahnya rata rata lama sekolah di Indonesia sebesar 7,6 tahun, artinya belum lulus Sekolah Menengah Pertama, serta masih belum tumbuhnya kesadaran akan pentingnya Sertifikasi Kompetensi Profesi, yang tergambar dari tenaga kerja yang memiliki sertifikat kompetensi kerja masih sekitar 1,8 % dari total angkatan kerja. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan menjelang Asean Economic Communty tahun 2015. Boleh jadi tenaga kerja Indonesia akan kalah bersaing di 12 sektor prioritas, antara lain: Healthcare, Tourism, Logistic Services, E-Asean, Air Travel Transport, Agro-based Products, Electronics, Fisheries, Rubber based Products, Textiles & Apparels, Automotive, dan Wood based Products.
Berdasarkan tantangan dan peluang tersebut, maka sistem pelatihan tenaga kerja untuk mencetak tenaga kerja kompeten merupakan tanggung jawab bersama seluruh "pemangku kepentingan", yaitu seluruh rakyat Indonesia.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar