. Lembaga Sertifikasi Profesi: 12/03/14

Rabu, 03 Desember 2014

PELUANG INDONESIA DALAM MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

Pemberlakuan MEA tahun 2015 menyebabkan lalu lintas perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara menjadi tanpa kendala. MEA merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi kurang lebih 500 juta penduduknya. Perdagangan bebas dapat diartikan tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan nontarif bagi negara-negara anggota ASEAN. Sebenarnya AFTA dibentuk sudah sejak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Tetapi, pada akhir tahun 2015 negara-negara ASEAN akan merasakan dampaknya.

Guna menyambut era perdagangan bebas ASEAN di ke-12 sektor yang telah disepakati, Indonesia telah melahirkan regulasi penting yaitu UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang telah diperkenalkan ke masyarakat sebagai salah satu strategi Indonesia membendung membanjirnya produk impor masuk ke Indonesia. UU ini antara lain mengatur ketentuan umum tentang perijinan bagi pelaku usaha yang terlibat dalam kegiatan perdagangan agar menggunakan bahasa Indonesia didalam pelabelan, dan peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Melalui UU ini pula pemerintah diwajibkan mengendalikan ketersediaan bahan kebutuhan pokok bagi seluruh wilayah Indonesia. Kemudian menentukan larangan atau pembatasan barang dan jasa - 7 -untuk kepentingan nasional misalnya untuk melindungi keamanan nasional.Regulasi tersebut terasa penting bila mempertimbangkan kondisi perdagangan Indonesia selama ini belum optimal memanfaatkan potensi pasar ASEAN. Pada periode Januari-Agustus 2013 misalnya, ekspor Indonesia ke pasar ASEAN baru
mencapai 23% dari nilai total ekspor Hal ini antara lain karena tujuan ekspor Indonesia masih terfokus pada pasar tradisional seperti Amerika Serikat, Tiongkok dan Jepang. Tingkat utilitisasi preferensi tarif ASEAN yang digunakan eksportir Indonesia untuk penetrasi ke pasar ASEAN baru mencapai 34,4%. Peringkat Indonesia menurut global competitivenes index masih berada pada posisi ke-38 dari 148 negara. Sementara Singapura menempati posisi ke 2, Malaysia di posisi ke 24, Thailand di posisi 37, Vietnam ke 70 dan Filipina di posisi 59. Ketatnya persaingan di pasar ASEAN
lebih jauh dapat disimak dari kinerja perdagangan Indonesia di tahun 2014. Sampai bulan Maret 2014, transaksi perdagangan Indonesia surplus hingga 673,2 juta dolar AS. Surplus didapat dari selisih antara nilai ekspor yang mencapai 15,21 miliar dengan impor 14,54 miliar dolar AS. Surplus Maret ini adalah yang kedua setelah bulan Februari sebesar 843,4 juta dolar AS. Namun demikian, Indonesia perlu memberi perhatian khusus terhadap transaksi dagang dengan Thailand yang akan bersama-sama terlibat dalam MEA 2015. Pada Maret 2014 ini, Indonesia mengalami defisit dagang  dengan Thailand sampai 1,048 miliar dolar AS. Lebih jauh lagi, surplus perdagangan Indonesia pada bulan 2014 ini belum mencerminkan kekuatan struktur ekspor Indonesia. Industri pengolahan produk
ekspor masih bergantung pada bahan baku impor. Kondisi ini sangat rentan karena berarti Indonesia sangat bergantung pada ketersediaan baku dunia. Karena itu arah kebijakan ekonomi Indonesia mulai tahun 2015 harus lebih jelas seiring dengan berlakunya pasar bebas ASEAN. Karenanya, menghadapi MEA 2015, Indonesia masih mempunyai berbagai pekerjaan rumah yang harus ditingkatkan agar tetap mempunyai daya saing. Untuk pilar sosial budaya, Indonesia masih perlu kerja keras mengingat masih banyak warga Indonesia yang belum mengetahui tentang ASEAN. Padahal salah satu kunci keberhasilan MEA adalah konektivitas atau kontak antara satu warga negara dengan warga negara ASEAN lainnya. Pemahaman warga negara di Asia Tenggara terhadap MEA belum sampai 80 persen. Karena itu, sosialisasi MEA menjadi sangat penting terhadap seluruh warga negara Indonesia
yang memiliki jumlah penduduk terbesar di ASEAN. Kekuatiran yang muncul adalah, Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi produk sejenis dari negara ASEAN lainnya.Untuk pilar ekonomi, Indonesia juga masih harus meningkatkan daya produk Indonesia. Indonesia masih harus mengembangkan industri yang berbasis nilai tambah. Oleh karena itu Indonesia perlu kerja keras melakukan hilirisasi produk. Dari sisi hulu, Indonesia sudah menjadi produsen yang dapat diandalkan mulai dari pertanian, kelautan dan perkebunan. Tetapi semua produk tersebut belum sampai ke hilir untuk mengurangi inpor barang jadi, sebab Indonesia telah memiliki bahan baku yang cukup.
 
Dari sisi liberalisasi perdagangan, produk Indonesia praktis tidak terlalu menghadapi masalah sebab hampir 80 persen perdagangan Indonesia sudah bebas hambatan. Bahkan ekonomi yang berbasis kerakyatan (UMKM) berpeluang menembus pasar negara ASEAN. Pemerintah telah melakukan upaya percepatan pemerataan pembangunan sebagai bagian dari penguatan ekonomi kerakyatan. Antara tahun 2011-2013, investasi Indonesia banyak diarahkan pada wilayah-wilayah di luar pulau Jawa dengan memberikan rangsangan tax holiday. Dengan demikian, pusat pertumbuhan ekonomi di masa depan bukan hanya terpusat di Jawa saja tetapi juga di luar Jawa. Usaha lain yang dilakukan pemerintah adalah dengan membentuk kluster untuk pembinaan UMKM agar memiliki daya saing.

Bukan hanya tantangan yang akan dihadapi tetapi juga peluang. Sektor-sektor yang akan menjadi unggulan Indonesia dalam MEA 2015 adalah Sumber Daya Alam (SDA), Informasi Teknologi, dan Ekonomi Kreatif. Ketiga sektor ini merupakan sektor terkuat Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN yang lain. Selain itu, dampak masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia harus dipastikan bisa berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

Antisipasi MEA 2015, hubungan dengan masalah hukum

Jakarta 3 November 2014. Kepala Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan, Chuck Suryosumpenobersama tim-nya, melakukan audiensi dengan Deputy Director MIDA (Malaysian Investment Development Authority), Taufik Anuar Ibrahim di Kuala Lumpur (26/10) pekan lalu. Pertemuan tersebut mengagendakan pembahasan tentang antisipasi dampak buruk pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Chuck Suryosumpeno menjelaskan, “Konsep MEA 2015 adalah menciptakan wilayah ekonomi ASEAN yang stabil, makmur sebagai pasar tunggal yang kompetitif dan kesatuan basis produksi dimana terjadi free flow atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN sehingga mengurangi kesenjangan sosial ekonomi.”
 Namun menurut Chuck, MEA 2015 membawa tantangan tersendiri terutama bagi Indonesia, antara lain: serbuan tenaga kerja asing yang lebih berkualitas, produk asing yang lebih bagus dengan harga lebih murah serta free investment yang membuka kemungkinan wilayah ASEAN menjadi salah satu “safe haven place” yaitu tempat disimpannya aset atau harta yang terkait atau hasil tindak pidana.
Oleh karena alasan itulah, Kejaksaan sebagai “Center of Criminal Justice System” di Indonesia sekarang memiliki Pusat Pemulihan Aset yang memiliki kemampuan tidak hanya “follow the money” namun juga akses untuk bekerja sama dengan berbagai agensi, institusi dan lembaga dari berbagai pelosok dunia yang diyakini mampu melakukan antisipasi kemungkinan Indonesia dan berbagai negara ASEAN sebagai pusat kegiatan kejahatan transnational dansafe haven countries sebagai dampak negatif pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
 Dengan adanya kerjasama yang mungkin terjalin antara PPA dan MIDA, maka pihak MIDA dapat meminta PPA membantu melakukan pengecekan atas investasi yang akan masuk ASEAN melalui Malaysia.
 “Jangan lupa, PPA Kejaksaan R.I saat ini telah tergabung dalam berbagai jaringan internasional, seperti: CARIN(Camden Asset Recovery Inter-Agency Network), ARIN-AP (Asset Recovery Interagency Network for Asia and the Pacific) bahkan Kejaksaan R.I terpilih secara aklamasi sebagai Presiden ARIN- AP 2014, RRAG (Red de Racuperacion de Activos del GAFISUD), ARINSA (Asset Recovery Interagency Network for South Africa), OECD(Organisation for Economic Co-operation and Development) dan APG (Asia and Pacific Group on Money Laundering) serta StAR Initiative and Interpol Focal Point on Asset Recovery,” ungkap Chuck.
Chuck menambahkan,“Kerjasama informal dengan berbagai jaringan internasional terbukti sangat efektif dalam hal tukar-menukar informasi, strategi dalam penelusuran/pelacakan aset hasil kejahatan atau terkait kejahatan yang berada di seluruh pelosok dunia.”
Chuck juga menegaskan, Kejaksaan tentu tidak dapat bekerja sendirian, perlu dukungan dari segenap lapisan pemangku kepentingan untuk menghindarkan Indonesia dari kemungkinan menjadi safe haven country.“Mari singkirkan ego kelembagaan demi Indonesia yang lebih baik,” harap Chuck. 

sumber : http://www.pusatpemulihanaset.kejaksaan.go.id/?p=1650