Jelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 mendatang, sektor ketenagakerjaan Indonesia perlu benar-benar dibenahi agar dapat bersaing dengan tenaga kerja asal negara tetangga.
Hal ini lantaran hingga kini masalah pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi sebagian besar masyarakat Indonesia masih terus menjadi persoalan mendasar, tidak hanya bagi pemerintah, tetapi juga bagi dunia usaha dan masyarakat.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Tenaga Kerja, Benny Soetrisno mengatakan, masalah perekonomian bukan hanya menyangkut masalah pekerjaan dan penghidupan yang layak tetapi juga terletak pada struktur lapangan kerja, status pekerjaan, tingkat upah, kompetensi, produktivitas yang relatif rendah, dan masalah ketenagakerjaan lainnya yang saling berkaitan.
Dia menyebutkan, keberadaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan kompeten mutlak diperlukan karena pada gilirannya akan berimplikasi pada daya saing dunia usaha dan perekonomian nasional.
Oleh karenanya, diperlukan langkah-langkah strategis yang harus segera dilakukan untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan di Indonesia.
"Upaya-upaya perluasan kesempatan kerja harus terus dilakukan, di dunia usaha bisa berupa tersedianya kesempatan kerja di sektor usaha formal, usaha informal, hingga bekerja mandiri sebagai wirausaha," ujar Benny di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Kamis (12/11/2013).
Sementara itu di sisi lain kompetensi tenaga kerja untuk mendukung produktivitas yang baik perlu terus ditingkatkan dan dibenahi.
"Standar kompetensi bagi dunia usaha atau industri sangat penting bagi peningkatan produktivitas dan daya saing," lanjutnya.
Dia menyebutkan, berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menggambarkan, struktur tenaga kerja Indonesia masih didominasi dengan tenaga kerja berpendidikan rendah.
Jumlah angkatan kerja per Agustus 2012 sebanyak 118,05 juta, sebanyak 82,10 juta adalah lulusan Sekolah Dasar, 38,57 juta lulusan SMP, 27,65 juta lulusan SMA, 13,54 juta lulusan SMK, 3,87 lulusan Diploma dan 8,17 juta lulusan Sarjana. Struktur pendidikan tenaga kerja seperti ini disinyalir menjadikan daya saing dan produktivitas serta penghasilan tenaga kerja Indonesia relatif rendah.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan tingkat pengangguran di Indonesia per Agustus 2012 menurun menjadi 6,14% dibanding Agustus 2011 sebesar 6,56%, jadi jumlah pengangguran tahun 2013 di Indonesia yang tersisa sebanyak 7,24 juta orang.
Oleh sebab itu, menurut Benny, relevansi sistem pendidikan juga merupakan hal yang harus dibenahi, karena ketersediaan tenaga kerja sebaiknya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dunia usaha sehingga dapat terserap dengan optimal.
"Yang terjadi sekarang adalah jumlah pencari kerja lebih besar dari jumlah peluang kerja yang ada. Sementara gap antara keterampilan pencari kerja dengan kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja kesenjangannya masih besar," kata Benny.
Menurut Benny, kesenjangan itu harus dikurangi dan program link and match antara dunia usaha dan pencari kerja bisa menjadi jalan keluar dengan dukungan sistem pendidikan nasional. (Dny/Ahm)