. Lembaga Sertifikasi Profesi: Desember 2014

Rabu, 31 Desember 2014

Konsep SKKNI


Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
Dengan dikuasainya standar kompetensi tersebut oleh seseorang, maka yang bersangkutan akan mampu : 
-  Bagaimana mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan 
- Bagaimana mengorganisasikannya agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan apa yang harus dilakukan bilamana terjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula 
- Bagaimana menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugas dengan kondisi yang berbeda. 
-  Bagaimana menyesuaikan kemampuan yang dimiliki bila bekerja pada kondisi dan lingkungan yang berbeda.


Selasa, 30 Desember 2014

Hadapi MEA, Kemenaker Genjot Sertifikasi Profesi

VIVAnews - Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri mengatakan, saat ini pihaknya tengah menyiapkan tenaga kerja Indonesia untuk menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). Sebab menurut dia, pada era tersebut, keluar masuk tenaga kerja asing lebih terbuka.

"Kompetisi terbuka akan makin tinggi, berarti terbukanya tenaga kerja asing," kata Menaker di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis, 30 Oktober 2014.

Guna menghadapi MEA, Kemenaker akan melakukan dua hal, yaitu penguatan kompetensi tenaga kerja Indonesia untuk bisa berkompetisi dan selektif memilih tenaga kerja asing.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengatakan, untuk penguatan kompetensi tenaga kerja Indonesia, pihaknya akan melakukan sertifikasi profesi. Selain itu, pemerintah akan memprioritaskan tenaga kerja Indonesia dibanding tenaga kerja asing.

MEA 2015 Harus Dipandang Positif

JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menegaskan, para pelaku usaha sedianya harus memandang ASEAN Economic Community (AEC) 2015 dari sisi positif.

Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto menuturkan, saat ini bukan lagi saatnya menyatakan tidak siap menghadapi pasar bebas ASEAN. Sebab AEC yang akan berlangsung 2015 sudah di depan mata.

"Sebenarnya, saya sering mendapat banyak komplain dari para anggota tentang AEC. Tapi saya bilang, stop talking about ready or not," ujarnya dalam pertemuan dengan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag) Singapura di Menara Kadin, Jakarta, Senin (24/11/2014).

Dia mengatakan, dibanding negara ASEAN lainnya, Indonesia merupakan negara dengan populasi dan pasar terbesar. AEC 2015 sedianya harus dipandang untuk menjadikan para pelaku usaha melompat lebih jauh lagi.

"Kita ini negara dengan populasi dan pasar terbesar (di ASEAN). Lihat sisi positifnya, untuk melawan negara lain dan melakukan yang lebih baik. Itu posisi kita," pungkas Suryo.

Kesiapan Menghadapi MEA 2015

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Alfian Helmi (Mahasiswa Kandidat Master, Regional Science Division, Hokkaido University, Jepang)
 
Perhelatan pergantian tahun sudah di depan mata. Seakan berpacu dengan waktu, pada tahun 2015 ini pula (tepatnya pada Desember 2015) kita akan dihadapkan pada Masyarakat Ekonomi ASEAN / MEA (ASEAN Economic Communities). Suatu era yang menyatukan Negara-negara di kawasan Asia Tenggara menjadi “satu basis pasar dan produksi”. Dimana akan terjadi arus bebas produk, jasa, investasi, tenaga kerja, dan modal, yang semuanya bermuara pada prinsip pasar terbuka bebas hambatan.
 
Ambisi ASEAN membentuk MEA salah satunya didorong oleh perkembangan eksternal dan internal kawasan. Dari sisi eksternal, Asia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi baru, dengan disokong oleh India, Tiongkok, dan negara-negara ASEAN. Saat ini saja, berdasarkan Laporan Bank Dunia (2014), dengan menggunakan paritas daya beli (PPP) dolar internasional, ekonomi ASEAN menyumbang 6 persen terhadap PDB global. Hal ini menjadikan ASEAN sebagai blok ekonomi terbesar kelima di dunia setelah NAFTA (20 persen), EU (17 persen), China (16 persen), dan India (7 persen). Sedangkan dari sisi internal kawasan, krisis keuangan Asia pada tahun 1997/1998 memberikan motivasi lebih lanjut terhadap agenda integrasi regional guna membangun ketahanan yang lebih kuat menghadapi ketidakstabilan keuangan makro. Selain itu, ASEAN juga memiliki pertumbuhan kelas menengah berusia muda yang sangat pesat yang dapat memberikan sumber pertumbuhan baru di kawasan ini.

Kini, MEA sudah didepan mata, dan kita paput bertanya, sejauh mana persiapan Indonesia dalam menghadapi era liberalisasi perdangan ini? Karena sebagai Negara dengan ekonomi paling besar di ASEAN, dengan sekitar 40 persen dari PDB ASEAN, dan hampir setengah dari populasi ASEAN, Indonesia merupakan aktor penting dalam MEA yang akan berlangsung ini.

Sayangnya, kalau kita lihat data dari BPS per Oktober 2014 saja, belum-belum MEA dilaksanakan, Indonesia sudah mengalami defisit dagang dengan Thailand yang mencapai 3,36 miliar dolar AS. Tentu ini bukan angka yang kecil. Belum lagi jika kita melihat peringkat Indonesia menurut Global Competitiveness Index yang masih berada pada posisi ke-38 dari 148 negara, tertinggal jauh dari Singapura yang menempati posisi ke 2, Malaysia di posisi ke 24, dan Thailand di posisi 37. Lalu, apa yang harus dioptimalkan selama satu tahun ini agar kita bisa memetik untung dari MEA yang akan berlangsung ini.

Dua Strategi

Paling tidak ada dua strategi yang harus segera dilakukan jika negeri ini mau memetik keuntungan dengan adanya MEA. Pertama, strategi kedalam. Strategi kedalam merupakan upaya-upaya yang dilakukan di dalam negeri guna menghadapi MEA, seperti penggunaan produk dalam negeri, perbaikan infrastruktur dan perbaikan sistem logistik nasional, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan membangun industri yang berbasis nilai tambah.
Sebagaimana kita ketahui, kurangnya dukungan infrastruktur, buruknya sistem transportasi/logistik, lemahnya perangkat hukum, serta terbatasnya jumlah sumber daya manusia yang kompeten merupakan hambatan utama yang dihadapi bangsa ini. Sudah lumrah kita dengar bahwa masalah infrastruktur yang buruk seringkali menyebabkan tingginya biaya produksi dan ini menyebabkan, sebagai contoh, buah lokal hasil petani-petani kita seringkali lebih mahal daripada buah impor dari Tiongkok yang menyebabkan buah lokal tidak bisa bersaing di dalam negeri sendiri.

Strategi kedua adalah strategi keluar. Strategi ini meliputi penerapan standard mutu untuk produk atau jasa yang akan masuk ke pasar Indonesia, perbaikan sistem pengelolaan ekspor impor serta memperketat pengawasan ekspor impor, selain itu yang penting juga adalah memperluas akses pasar di luar negeri. Dalam hal penerapan standard mutu, kita sebenarnya sudah memiliki UU Perdagangan yang salah satunya mengatur bahwa produk yang masuk ke Indonesia harus berbahasa Indonesia dan memenuhi standard yang telah ditetapkan di Indonesia. Akan tetapi, dalam beberapa kasus kita masih sering menemukan produk-produk makanan dan obat-obatan yang belum ada label yang berbahasa Indonesia sudah bisa masuk ke pasar-pasar dalam negeri, terutama di wilayah-wilayah yang berdekatan dengan negara tetangga.

Selain itu, hal yang tak kalah pentingnnya untuk segera dilakukan adalah perluasan akses pasar di luar negeri (ASEAN). Hal ini penting dilakukan, karena ekspor Indonesia ke pasar ASEAN pada periode Januari-Agustus 2013 misalnya, baru mencapai 23 persen dari nilai total ekspor. Hal ini antara lain karena tujuan ekspor kita masih terfokus pada pasar tradisional seperti Amerika Serikat, Tiongkok dan Jepang. Padahal kalau kita perhatikan trend ekonomi dunia saat ini, banyak Negara-negara berpendapatan tinggi dengan perlahan pulih dari defisit dan hutang yang tinggi akibat krisis keuangan global, dan permintaan mereka terhadap barang impor menjadi lebih lemah dibandingkan sebelumnya, dan ini berarti perluasan akses pasar di negara-negara ASEAN menjadi penting.

Sejatinya, perdagangan bebas kawasan memang dapat menjadi peluang sekaligus tantangan. Di satu sisi dapat membuka pasar bagi industri dalam negeri yang semakin meningkat. Namun, di sisi lain apabila Indonesia tidak menyiapkan diri dengan baik dapat menjadi pasar bagi gempuran produk asing yang dapat menghancurkan kemampuan produktif dalam negeri sendiri. Tentu sebagai warga bangsa kita selalu berharap MEA yang akan dimulai Desember 2015 nanti dapat membawa kebaikan bagi seluruh warga bangsa. Semoga!

Komunitas Entrepreneur Indonesia menghadapi era MEA 2015

Satu Visi, Satu Identitas, Satu Komunitas menjadi visi dan komitmen bersama yang hendak diwujudkan oleh ASEAN pada tahun 2020. Tetapi mungkinkah cita-cita tersebut dapat dicapai oleh negara-negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailan, Brunai Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos dan Myanmar) dalam waktu kurang dari satu dasawarsa lagi. Berdasarkan catatan dan laporan dari berbagai sumber menunjukkan bahwa cita-cita bersama yang terintegrasi dalam suatu komunitas yang disebut Masyarakat Asean (Asean Community) ini masih harus menghadapi berbagai tantangan dan rintangan yang terdapat pada masing-masing negara anggota.
 
Adanya pasar bebas tersebut membuka kesempatan dan persaingan pada pasar barang dan jasa, pasar investasi, pasar modal dan pasar tenagakerja. Dalam hai ini Indonesia merupakan salah satu negara populasinya terbesar di kawasan ASEAN, yang mana masyarakatnya Heterogen dengan berbagai jenis suku, bahasa dan adat istiadat dan dilimpahi banyak sumber daya alam yang terhampar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia mempunyai kekuatan ekonomi yang cukup bagus, pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia setelah India. Ini akan menjadi modal yang penting untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia menuju ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2015.
 
Tantangan utama dalam bisnis di era ASEAN Economic Community 2015 adalah meningkatkan kemampuan SDM mengenai daya saing dan keunggulan kompetitif di semua sektor industri dan jasa pada tingkat persaingan global. Organisasi pun dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang memuaskan (customer satisfaction) serta nilai pelayanan itu sendiri (customer value). Diperlukannya pengembangan SDM berbasis kompetensi ini dilakukan agar dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi berdasarkan standar kinerja yang ditetapkan.
 
Ibarat pisau bermata dua manfaat dari implementasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) itu bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia tentu tergantung pada cara menyikapi era pasar bebas tersebut.

Senin, 29 Desember 2014

MEA 2015 Menciptakan Jutaan Lapangan Kerja baru

Pasar ekonomi bebas ASEAN akan dimulai tahun 2015 mendatang. Ini tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional. Riset terbaru dari Organisasi Perburuhan Dunia atau International Labor Organization (ILO) menyebutkan pembukaan pasar tenaga kerja mendatangkan manfaat yang besar.

Selain dapat menciptakan jutaan lapangan kerja baru, skema ini juga dapat meningkatkan kesejahteraan 600 juta orang yang hidup di Asia Tenggara. Pada 2015 mendatang, ILO memprediksi bahwa permintaan tenaga kerja profesional akan naik 41% atau sekitar 14 juta. Sementara permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38 juta, sementara tenaga kerja level rendah meningkat 24% atau 12 juta.

Buruh di Indonesia Belum Siap untuk Bersaing pada MEA 2015

JAKARTA, HARIANACEH.co.id — Fraksi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia menyatakan buruh belum siap bersaing pada Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Alasannya, perhatian pemerintah dalam meningkatkan keterampilan dan kualitas buruh masih kurang.“Secara keterampilan buruh tamatan SMA dan sederajat masih kurang dan belum bisa bersaing terjun bersaing dengan pekerja-pekerja asing lainnya yang lebih terampil,” kata Wakil Ketua Bidang Advokasi Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) DKI Jakarta M Toha.

Ia menjelaskan, selama ini, jumlah buruh yang dilatih di Balai Pelatihan Kerja di Indonesia, masih kurang dan belum efektif meningkatkan kualitas calon pencari kerja atau warga yang telah pekerja di suatu perusahaan.

“Dalam jangka panjang, SDM pekerja ini harus menjadi perhatian, jika tidak tentu pekerja-pekerja asing akan menguasai sektor-sektor usaha dan pada akhirnya akan meningkatkan angka pengangguran, kemiskinan dan kecemburuan sosial,” ujarnya.

Menurut dia, dampak pemberlakuan MEA dalam jangka pendek, memang tidak terlalu mempengaruhi karena upah di Indonesia yang masih rendah.

“Pekerja asing tersebut, tentu mencari upah yang lebih tinggi, sehingga mereka lebih tertarik bekerja di negaranya karena upahnya lebih tinggi dibanding upah buruh di Indonesia,” ujarnya.

Ia mengatakan, saat ini, upah buruh di Jakarta Rp2,3 juta masih rendah di bawah upah di Philipina, Malaysia, Thailand, Brunei, Singapura dan lebih tinggi dibanding upah di Laos, Kemboja dan Vietnam.

“Jika upah masih rendah tentu pekerja asing tidak tertarik, kecuali upah pekerja di Indonesia sudah lebih tinggi dibanding upah di negaranya, tentu akan menjadi daya tarik besar bagi pekerja asing tersebut,” ujarnya.

Untuk itu, kata dia, diharapkan pemerintah lebih meningkatkan SDM buruh ini agar mereka lebih produktif dalam meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

“Peningkatan SDM buruh ini, tentu buruh lebih siap bersaing dengan pekerja asing lainnya, bahkan mereka bisa mencari pekerjaan ke perusahaan-perusahaan asing di ASEAN,” ujarnya.

Hal yang Perlu Dipersiapkan Pemerintah Sambut MEA di 2015

Perdagangan bebas antar negara-negara di kawasan Asia Tenggara atau lebih kenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 membawa hal positif dan negatif bagi masing-masing negara yang terlibat didalamnya.

Direktur Perundingan Perdagangan Jasa, Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Sondang Anggraini mengatakan, ada beberapa manfaat yang bisa didapatkan negara-negara ASEAN khususnya Indonesia saat MEA ini berlangsung.

Manfaat dari MEA ini antara lain, penurunan biaya perjalanan transportasi, menurunkan secara cepat biaya telekomunikasi, meningkatkan jumlah pengguna internet, infomasi akan semakin mudah dan cepat diperoleh, meningkatnya investasi dan lapangan kerja.

"Dalam perdagangan jasa, MEA dapat meningkatkan kinerja ekonomi dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan ekspor tradisional atau baru," ujar dia di Jakarta, seperti ditulis Kamis (26/12/2013).

Namun, untuk menghadapi dampak negatif akibat adanya persaingan, lanjut Sondang, ada beberapa hal yang perlu dilakukan, baik oleh pemerintah maupun sektor swasta.

Menurut dia, hal yang perlu dilakukan pemerintah saat ini yaitu mengembangkan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan MEA dan kebijakan umum pengembangan sektor jasa nasional.

Kemudian meningkatkan kegiatan sosialisasi, fokus pada sisi suplai dan produksi, meningkatkan perlindungan terhadap konsumen, pemberian ruang usaha bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), mendorong swasta untuk memanfaatkan pasar terbuka, menciptakan kondisi yang memberikan kesempatan agar pemasok jasa domestik dapat bersaing dengan pemasok jasa asing, meningkatkan kualifikasi pekerja seperti dokter dan arsitek.

"Liberalisasi perdagangan jasa sangat beresiko, oleh karena itu peraturan yang benar dan kebijakan-kebijakan tambahan lain sangat penting untuk memberikan kepastian agar dapat memberikan keuntungan sesuai dengan yang diharapkan," jelasnya.

Selain pemerintah, sektor swasta juga perlu melakukan persiapan jelang masuknya pasar bebas ini, seperti mempelajari semua komitmen yang telah disepakati antar negara ASEAN, meningkatkan kemampuan (efisiensi dan daya saing) dari pasokan services yang disediakan, mengantisipasi masuknya investor asing, mengantisipasi pergerakan tenaga kerja.

"Hambatan yang dihadapi oleh pekerja Indonesia untuk bekerja di negara ASEAN adalah mengenaik bahasa dan perbedaan peraturan kerja, maka perlu ditingkatkan kemampuan bahasa dan pemahaman aturan di negara-negara ASEAN," tandas dia. (Dny/Nrm)

http://bisnis.liputan6.com/read/784648/hal-yang-perlu-dipersiapkan-pemerintah-sambut-mea-di-2015

Rabu, 24 Desember 2014

Peningkatan Kompetensi Karyawan



Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sudah melakukan berbagai program untuk meningkatkan kualitas pendidikan penduduk Indonesia. Diantaranya dengan memberi kesempatan seluas-luasnya bagi penduduk Indonesia untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi melalui program pemberian beasiswa kepada siswa berprestasi.

Di sisi lain, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga memiliki tugas mulia untuk mewarnai proses peningkatan kualitas penduduk itu, melalui program pengembangan dan pelatihan kompetensi para tenaga kerja.

Persoalan kompetensi adalah salah satu persoalan penting dalam ketenagakerjaan nasional. Semakin rendah kompetensi yang dimiliki para pekerja, akan semakin sulit baginya untuk mendapatkan kesempatan bekerja. Sebab, perusahaan akan cenderung memprioritaskan pencarian tenaga kerja yang memang kompeten di bidangnya. Hal ini sejalan dengan prinsip perusahaan untuk mencari pekerja yang berkualitas di bidangnya atau prinsip the right man in the right place.

Masalahnya adalah, kurikulum pendidikan di Indonesia kurang berorientasi pada kurikulum berbasis kompetensi. Sehingga, kebanyakan siswa lulusan SMA yang ingin langsung bekerja tidak siap dengan persyaratan ketrampilan atau keahlian dari para perusahaan.

Begitu pula dengan para lulusan perguruan tinggi. Tidak sedikit mereka yang hanya memiliki kemampuan dan pengetahuan di bidang akademis, namun tidak memiliki keahlian yang dibutuhkan dunia kerja. Mereka-mereka inilah, yang tidak siap dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia kerja, yang berpotensi menambah daftar panjang angka pengangguran di Indonesia.

Di sinilah peran Kemnakertrans bersama-sama dengan perusahaan dan masyarakat, untuk membantu meningkatkan kompetensi para lulusan di Indonesia, baik lulusan SMP, SMA, maupun perguruan tinggi. Kemnakertrans sendiri selama ini sudah memiliki program kerja yang terarah dalam mengatasi persoalan ketenagakerjaan.

Pertama, yaitu program peningkatan kesejahteraan melalui penanggulangan kemiskinan dan pengurangan pengangguran dan, kedua, memperbaiki kualitas ketenagakerjaan.

Khusus untuk program memperbaiki kualitas ketenagakerjaan Indonesia, Kemnakertrans sudah menjalankan empat program utama, yakni peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, pengembangan lembaga, perluasan dan pengembangan tenaga kerja; dan pembangunan daerah melalui program transmigrasi.

Program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja inilah yang terkait erat dengan peran Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam membantu meningkatkan kompetensi para lulusan di Indonesia, baik lulusan SMP, SMA, maupun perguruan tinggi.

Dalam hal ini, langkah-langkah peningkatan kualitas dan produktivitas yang dapat dilakukan melalui tiga jalur utama, yakni pendidikan, pelatihan kerja dan pengembangan karir di tempat kerja.

Selasa, 23 Desember 2014

Kompetensi Di Dunia Kerja


Saat memasuki dunia kerja, kita sebagai seorang calon karyawan seringkali diharapkan memiliki kompetensi tertentu atas jabatan kerja yang kita masuki. Hal ini menjadi acuan bagi perusahaan untuk tahu kemampuan kerja kita sebagai calon karyawan. Tidak hanya itu, melalui kompetensi yang kita miliki perusahaan lebih mengetahui posisi apa yang cocok dan tepat untuk kita. Bukan menjadi acuan baku bahwa kompetensi menjadi suatu hal paling penting untuk dimiliki seorang karyawan, tetapi sebagai calon karyawan kita perlu tahu kira-kira kompetensi seperti apa yang umumnya diinginkan perusahaan.

Apa sih kompetensi kerja itu?

Kompetensi dapat diartikan sebagai karakter individu yang dapat diukur dan ditentukan untuk menunjukkan perilaku dan performa kerja tertentu pada diri seseorang (Spencer, McClelland & Spencer, 1994). Jadi, kompetensi merupakan panduan bagi perusahaan untuk menunjukkan fungsi kerja yang tepat bagi seorang karyawan. Kompetensi berkaitan dengan sikap (apa yang dikatakan dan dilakukan seseorang) yang menunjukkan performa seseorang baik atau buruk. Banyak sekali studi dan penelitian yang membahas tentang kompetensi di dunia kerja ini.
Kenapa sih kompetensi diperlukan?

Pada dunia kerja, kompetensi dibutuhkan untuk mengetahui tipe pekerjaan seperti apa yang tepat bagi seseorang. Apabila kompetensi atas diri seorang karyawan telah diketahui maka perusahaan pun mampu membantu untuk mengembangkan pribadi melalui training atau pelatihan tertentu. Selain itu, kompetensi yang dimiliki seorang karyawan mampu menjadi petunjuk bagi perusahaan untuk mengetahui sejauh mana ia mampu menampilkan diri dan memberikan hasil kerja optimal untuk perusahaan.

Sejauh mana kompetensi bisa dikembangkan?

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kompetensi membantu perusahaan untuk mendeskripsikan bagaimana kinerja seseorang. Hal ini tentu saja berkaitan dengan pengetahuan, keahlian, dan kemampuan kerja seseorang atas bidang kerja tertentu. Kompetensi merepresentasikan dimensi kerja yang penting bagi diri seseorang. Nah, dari kompetensi yang tampak inilah perusahaan jadi lebih mengetahui bagaimana seorang bertanggung jawab, menyelesaikan masalah, dan mentransfer informasi kepada orang lain terkait tugas yang diinstruksikan oleh atasannya. Intinya, kompetensi digunakan untuk merencanakan, membantu, dan mengembangkan perilaku dan kinerja seseorang. Tidak hanya itu, melalui kompetensi kerja seorang karyawanlah perusahaan dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan pekerjanya (Anderson, Ones, Sinangil & Viswesvaran, 2005).

Apakah perusahaan punya standard kompetensi atas karyawannya?

Tentu saja setiap perusahaan punya kriteria kompetensi tertentu yang diharapkan dari para karyawannya. Bahkan banyak perusahaan telah menyusun standard kompetensi atas setiap posisi yang ada di perusahaannya. Bukan melalui cara yang mudah setiap perusahaan membuat kompetensi tertentu untuk para karyawannya, perusahaan akan memetakan kompetensi dalam bentuk perilaku terkait tugas, kemampuan, dan tanggung jawab untuk mengetahui kematangan bersikap serta berpikir seorang karyawan. Namun, kompetensi tidak selalu berhubungan langsung secara pasti dengan perilaku yang harus dimiliki atas suatu fungsi tugas dalam jabatan. (Jackson & Schuler, 1990; Kerr, 1982; Snow & Snell, 1993).

Kompetensi apa saja sih yang harus dimiliki seorang karyawan?

Walaupun bukanlah suatu patokan baku, tetapi pada umumnya perusahaan ingin memiliki karyawan yang punya kompetensi (Spencer & Spencer, 1994), antara lain sebagai berikut :

- Semangat berprestasi untuk mencapai target kerja (Achievement to work)
- Teliti dan punya perhatian terhadap tugas kerja (Concern for order)
- Proaktif (Initiative)
- Punya keingintahuan tinggi (Information seeking)
- Berempati terhadap orang lain (Interpersonal understanding)
- Berorientasi kepada pelanggan (Customer service orientation ) *bila perusahaan bergerak di jasa pelayanan
- Kemampuan komunikatif yang diplomatis dan persuasif (Communicative – Impact and influence)
Darimana perusahaan tahu kompetensi pekerjanya?

Kita terbiasa untuk melakukan proses seleksi melalui tahapan yang cukup panjang saat melamar di perusahaan tertentu. Dari proses awal sampai tahap interview akhir inilah perusahaan melihat kompetensi apa saja yang dimiliki calon karyawannya, bahkan dari sejak kita mengirimkan curriculum vitae kepada mereka. Proses psikotes yang ditambah dengan interview mendalam dari perusahaan dapat memperjelas kompetensi yang dimiliki seseorang.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka sebaiknya sebagai seorang pekerja kita mampu menampilkan kompetensi optimal kepada perusahaan. Bukan berarti berusaha menampilkan diri sebaik mungkin, tetapi menjadi pribadi pekerja yang apa adanya. Hal ini karena sesungguhnya setiap orang punya kompetensi unik yang dapat dikembangkan lebih baik demi mencapai posisi sebagai pekerja yang mampu mengaktualisasikan diri.

Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015



Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun 2015 bisa jadi merupakan momok yang menakutkan bagi beberapa kalangan. Misalnya ada kekhawatiran bahwa lahan nafkah hidupnya akan diambil pendatang yang berasal dari luar Indonesia.

Fenomena seperti semakin banyak orang Indonesia berobat ke Singapura atau Malaysia sehingga kemudian sering menimbulkan pertanyaan, bagaimana dengan kualitas rumah sakit di Indonesia, apakah dokternya kurang ahli? Atau memang kualitas pelayanan yang belum memenuhi standar? Atau bahkan kurang lincahnya kita melakukan promosi sehingga produk dan jasa tidak dikenal?

Tak kenal maka tak sayang. Peribahasa tersebut masih relevan dalam zaman sekarang ini. Untuk memperkenalkan diri supaya lebih dikenal, diperlukan taktik jitu membangun merek baik pribadi maupun organisasi.

Namun terlebih dahulu, ada baiknya kita pahami arti merek sesungguhnya. AMA (American Marketing Association) mendefinisikan merek sebagai nama, terminologi, tanda, simbol yang menjadi penciri produk atau jasa yang ditawarkan. Merek juga berfungsi sebagai pembeda dengan produk atau jasa yang ditawarkan oleh pesaing (Keller, K., 2003).

Menghadapi persaingan bebas dengan para pendatang saat MEA tahun 2015, bagaimana agar merek Indonesia, entah produk atau jasa bisa dikenal, tidak hanya oleh pasar dalam negeri namun juga oleh luar negeri sehingga mampu bersaing dengan para pendatang asing?

Pertama yang perlu dilakukan adalah meyakini bahwa merek produk atau jasa yang kita tawarkan harus sesuai dengan kebutuhan pasar sasaran. Selanjutnya kita harus memiliki arti dari merek yang akan ditanamkan secara kuat di benak konsumen. Misalnya mengacu kepada kekhawatiran dokter Indonesia tersebut diatas, kompetensi pribadi sebagai sebagai seorang dokter yang memiliki keahlian spesialisasi perlu disampaikan kepada masyarakat yang merupakan calon pasien.

Hal yang lebih penting sebagai dasar dari membangun merek adalah kita mampu menjawab apa yang ditanyakan oleh konsumen, yakni ‘Who we are?’ Identitas merek yang ingin kita tampilkan sehingga segera dikenali oleh pemakai produk atau jasa kita. Misalnya pasar sasaran mengenal kita sebagai ahli pemasaran, atau ahli sistem teknologi informasi.

Tidak cukup hanya identitas merek yang perlu dimiliki namun juga arti atau nilai sebagai merek(Who we are). Misalnya, setelah dikenal sebagai ahli dalam kompetensi tertentu, kita memiliki merek yang memberi arti misalnya Ayam Goreng Ny. Suharti, dikenal sebagai ahli dalam meracik resep ayam goreng yang terkenal lezat dan renyah. Lambat laun Ny. Suharti, nama sang pendiri, menjadi merek yang memberi arti masakan khusus ayam goreng tradisional Indonesia yang lezat dan renyah.

Sebagai pemilik merek, kita tidak cukup hanya berhenti di tahap ini, namun untuk langgengnya merek di benak konsumen perlu dirancang penelitian mengenai tanggapan pasar sasaran terhadap merek kita (What about you? What do I think or feel about you?). Apakah setelah mereka menikmati ayam goreng Ny. Suharti ada perasaan puas sehingga ada keterikatan emosi yang menyebabkan selalu mencari Ny. Suharti jika ingin menikmati ayam goreng tradisional.

Tahap paling akhir untuk membangun merek, perlu dibangun hubungan yang semakin mempererat merek dengan pasar sasaran (What about you and me? What kind of association and how much of a connection would I like to have with you?). Asosiasi Ny. Suharti dengan pelanggannya telah terbangun dengan berbagai program, misalnya selama bulan puasa menyediakan menu ta’jil sebagai pembuka puasa.

Keempat konsep yang dikemukakan di atas disebut sebagai ‘branding ladder’ untuk membangun merek (Keller, K., 2003). Istilah ‘ladder’ (baca: jenjang) memberikan pengertian bahwa tahap demi tahap konsep perlu dilakukan. Tidak dapat meloncat ke tahap akhir sebelum melalui tahap awal.

Keempat konsep dapat diaplikasikan dalam organisasi maupun pribadi. Bila kita mengetahui cara membangunnya, maka tidak mungkin kita mampu bersiang dengan para pendatang dari luar Indonesia saat MEA 2015 diberlakukan. Tidak ada ketakutan lagi, sebaliknya menjadi pemicu agar kta semakin bertambah baik. Semangat!

*Tulisan dimuat di PPMnews Edisi 04, 1 Apri12012. H. 11aaa

Langkah cepat untuk mempercepat MEA 2015

JAKARTA- Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM mempercepat langkah penting kesiapan UKM dalam menghadapi penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Apalagi, hingga kini masih banyak kalangan UKM yang belum memahami terkait upaya yang harus dilakukan dan dampak dari pasar tunggal ASEAN tersebut. Antara lain, diijinkannya tenaga kerja asing bekerja dengan mudah di pabrik mana pun di Indonesia atau membuka usaha, seperti barbershop di mana pun di Indonesia. Karena itu, diperlukan sosialisasi sekaligus atau berbarengan dengan strategi-strategi meningkatkan kualitas seluruh instrument.

Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (Sesmen) Agus Muharram mengatakan, langkah penting yang harus dilakukan dalam menghadapi persaingan di seluruh bidang itu, misalnya peningkatan sumber daya manusia (SDM) atau capacity building, formalisasi usaha dan memperkuat daya saing produk.
Antara lain meningkatkan ketrampilan melalui berbagai pelatihan terkait. Bahkan, kutip Agus, pemerintah Thailand memberi pelatihan berbahasa Indonesia bagi UKM. Kemudian memberi pelatihan tentang produksi produk yang berdaya saing, seperti cepat mudah, dan murah.
“Bagaimana memperkuat pasar, produk yang bersaing. Antara lain dilakukan melalui promosi dagang, quality control product, standarisasi, dan penerapan hak kekayaan interlektual.

Senin, 22 Desember 2014

Strategi Menteri Perdagangan Menghadapi Pasar MEA 2015

Tahun depan Indonesia Akan menghadapi MEA 2015, Menteri perdagangan Rachmat Gobel akan menggenjot ekspor produk manufactur Indonesia agar tidak tergantung pada penjualan Sumber daya alam. Dengan begitu Indonesia akan bersaing di MEA 2015

Menurut dia saat ditemui di KPK, saat ini Indonesia hanya mengandalkan sumber daya alam untuk mendorong ekspor. "Sekarang ini produk primer 65%, produk manufactur hanya 35 %, ini akan berubah dalam 3-5 tahun mendatang" kata Rachmat Gobel Menteri perdagangan. 

Menteri perdagangan menjanjikan dalam 3-5 tahun mendatang ekspor akan didominasi produk olahan dan manufactur. Produk Manufacture 65% dan produk primer 35 %.

Sumber daya alam yang selama ini dijual keluar negeri, akan diolah dulu dalam negeri menjadi barang jadi. Dengan begitu, Indonesia bisa menikmati nilai tambah dari kekayaan sumber daya alam.

"Produk pangan yang selama ini kita ekspor bagaimana menjadi nilai tambah menjadi produk dalam proses" Katanya, pemerintah juga akan melindungi pasar dalam negeri dari sebuan produk import. Caranya dengan menerapkan standar dari produk-produk impor yang masuk ke Indonesia.

"Kita bisa menjaga konsumen Indonesia dari segi keselamatan dan kesehatannya. Sekarang banyak sekali barang yang beredar itu tidak memenuhi standar nasional industrinya, sehingga itu akan merugikan konsumen Indonesia sendiri. Itu juga untuk industri dalam negeri". Jelas Menteri Perdagangan

KESIAPAN MASYARAKAT INDONESIA MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015




Indonesia adalah salahsatu Negara terbesar populasinya yang ada di kawasan ASEAN. Masyarakat Indonesia adalah Negara Heterogen dengn berbagai jenis suku, bahasa dan adat istiadat yang terhampar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia mempunyai kekuatan ekonomi yang cukup bagus, pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia (4,5%) setelah RRT dan India. Ini akan menjadi modal yang penting untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia menuju AEC tahun 2015.

Sebagai salah satu dari tiga pilar utama ASEAN Community 2015, ASEAN EconomicCommunity yang dibentuk dengan misi menjadikan perekonomian di ASEAN menjadi lebih baik serta mampu bersaing dengan Negara-negara yang perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan kondisi Negara ASEAN saat ini. Selain itu juga dengan terwujudnya ASEAN Community yang dimana di dalamnya terdapat AEC, dapat menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih strategis di kancah Internasional, kita mengharapkan dengan dengan terwujudnya komunitas masyarakat ekonomi ASEAN ini dapat membuka mata semua pihak, sehingga terjadi suatu dialog antar sektor yang dimana nantinya juga saling melengkapi diantara para stakeholder sektor ekonomi di Negara-negara ASEAN ini sangat penting. Misalnya untuk infrastruktur, jika kita berbicara tentang infrastruktur mungkin Indonesia masih sangat dinilai kurang, baik itu berupa jalan raya, bandara, pelabuhan, dan lain sebagainya. Dalam hal ini kita dapat memperoleh manfaat dari saling tukar pengalaman dengan anggota ASEAN lainnya.

Jika dilihat dari sisi demografi Sumber Daya Manusia-nya, Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic Community ini sebenarnya merupakan salah satu Negara yang produktif. Jika dilihat dari faktor usia, sebagian besar penduduk Indonesia atau sekitar 70% nya merupakan usia produktif. Jika kita lihat pada sisi ketenaga kerjaan kita memiliki 110 juta tenaga kerja (data BPS, tahun 2007), namun apakah sekarang ini kita utilize dengan tenaga kerja kita yang berjumlah sekitar 110 juta itu.

Untuk itu kita harus mampu meningkatkan kepercayaan diri bahwa sebetulnya apabila kita memiliki kekuatan untuk bisa bangkit dan terus menjaga kesinambungan stabilitas ekonomi kita yang sejak awal pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini terus meningkat, angka kemiskinan dapat ditekan seminim mungkin, dan progres dalam bidang ekonomi lainnya pun mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Dengan hal tersebut banyak sekali yang bisa kita wujudkan terutama dengan merealisasikan ASEAN Economy Community 2015 nanti. Stabilitas ekonomi Indonesia yang kondusif ini merupakan sebuah opportunity dimana Indonesia akan menjadi sebuah kekuatan tersendiri, apalagi dengan sumber daya alam yang begitu besar, maka akan sangat tidak masuk akal apabila kita tidak bisa berbuat sesuatu dengan hal tersebut.

Melihat kondisi ekonomi Indonesia yang stabil dan mengalami peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun belakangan ini, saya menyimpulkan bahwa mengenai kesiapan Indonesia dalam menyongsong ASEAN Economic Community, bisa dikatakan siap, dapat dilihat dari keseriusan pemerintah dalam menangani berbagai masalah pada bidang ekonomi baik itu masalah dalam negeri ataupun luar negeri.

Selain itu, posisi Indonesia sebagai Chair dalam ASEAN pada tahun 2012 ini berdampak sangat baik untuk menyongsong terealisasinya ASEAN Economic Community. Dari dalam negeri sendiri Indonesia telah berusaha untuk mengurangi kesenjangan ekonomi Kesenjangan antara pemerintah pusat dengan daerah lalu mengurangi kesenjangan antara pengusaha besar dengan UKM dan peningkatan dalam beberapa sektor yang mungkin masih harus didorong untuk meningkatkan daya saing.

Berkaca pada salah satu statement ASEAN Community bahwa “Masyarakat ASEAN 2015 adalah Warga ASEAN yang cukup sandang pangan, cukup lapangan pekerjaan, pengangguran kecil tingkat kemiskinan berkurang melalui upaya penanggulangan kemiskinan yang kongkrit.” Pemerintah Indonesia sampai dengan pada saat ini terus berusaha untuk mewujudkan masyarakat Indonesia itu sendiri makmur dan berkecukupan sebelum memasuki AEC kelak.

ASEAN pada awalnya hanyalah sebuah organisasi regional yang bentuk kerjasamanya loose atau tidak longgar, namun dengan adanya ASEAN Charter maka Negara-negara ASEAN ini membentuk suatu masyarakat ASEAN yang mempunyai tiga pilar utama yaitu, ASEAN Economic Community, ASEAN Security Community, ASEAN Socio-Cultural Community dengan tujuan terciptanya stabilitas, perdamaian dan kemakmuran bersama di kawasan. Pada awalnya ASEAN Community ini akan diwujudkan pada tahun 2020, namun di percepat menjadi tahun 2015 yang mana waktu realisasinya tinggal 3 tahun lagi.

ASEAN Economic Community (AEC) sebenarnya merupakan bentuk integrasi ekonomi yang sangat potensial di kawasan maupun dunia. Barang, jasa, modal dan investasi akan bergerak bebas di kawasan ini. Integrasi ekonomi regional memang suatu kecenderungan dan keharusan di era global saat ini. Hal ini menyiratkan aspek persaingan yang menyodorkan peluang sekaligus tantangan bagi semua negara. Skema AEC 2015 tentang ketenagakerjaan, misalnya, memberlakukan liberalisasi tenaga kerja profesional papan atas, seperti dokter, insinyur, akuntan dsb. Celakanya tenaga kerja kasar yang merupakan “kekuatan” Indonesia tidak termasuk dalam program liberalisasi ini. Justru tenaga kerja informal yang selama ini merupakan sumber devisa non-migas yang cukup potensional bagi Indonesia, cenderung dibatasi pergerakannya di era AEC 2015.

Ada tiga indikator untuk meraba posisi Indonesia dalam AEC 2015. Pertama, pangsa ekspor Indonesia ke negara-negara utama ASEAN (Malaysia, Singapura, Thailand, Pilipina) cukup besar yaitu 13.9% (2005) dari total ekspor. Dua indikator lainnya bisa menjadi penghambat yaitu menurut penilaian beberapa institusi keuangan internasional - daya saing ekonomi Indonesia jauh lebih rendah ketimbang Singapura, Malaysia dan Thailand. Percepatan investasi di Indonesia tertinggal bila dibanding dengan negara ASEAN lainnya. Namun kekayaan sumber alam Indonesia yang tidak ada duanya di kawasan, merupakan local-advantage yang tetap menjadi daya tarik kuat, di samping jumlah penduduknya terbesar yang dapat menyediakan tenaga kerja murah.

Sisa krisis ekonomi 1998 yang belum juga hilang dari bumi pertiwi, masih berdampak rendahnya pertumbuhan investasi baru (khususnya arus Foreign Direct Investment) atau semakin merosotnya kepercayaan dunia usaha, yang pada gilirannya menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. Hal tersebut karena buruknya infrastruktur ekonomi, instabilitas makro-ekonomi, ketidakpastian hukum dan kebijakan, ekonomi biaya tinggi dan lain-lain. Pemerintah tidak bisa menunda lagi untuk segera berbenah diri, jika tidak ingin menjadi sekedar pelengkap di AEC 2015. Keberhasilan tersebut harus didukung oleh komponen-komponen lain di dalam negeri. Masyarakat bisnis Indonesia diharapkan mengikuti gerak dan irama kegiatan diplomasi dan memanfaatkan peluang yang sudah terbentuk ini. Diplomasi Indonesia tidak mungkin harus menunggu kesiapan di dalam negeri. Peluang yang sudah terbuka ini, kalau tidak segera dimanfaatkan, kita akan tertinggal, karena proses ini juga diikuti gerak negara lain dan hal itu terus bergulir. Kita harus segera berbenah diri untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia yang kompetitif dan berkulitas global. Menuju tahun 2015 tidaklah lama, Sudah siapkah kita akan Tantangan dan peluang bagi kalangan profesional muda kita/mahasiswa untuk tidak terbengong-bengong menyaksikan lalu-lalang tenaga asing di wilayah kita?.

Tantangan Indonesia kedepan adalah mewujudkan perubahan yang berarti bagi kehidupan keseharian masyarakatnya. Semoga seluruh masyarakat Indonesia kita ini bisa membantu untuk mewujudkan kehidupan ekonomi dan sosial yang layak agar kita bisa segera mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015.

Jumat, 19 Desember 2014

Indonesia Harus Siapkan Aturan Bisnis Hadapi MEA

Jakarta (Antara) - Indonesia dinilai harus segera mempersiapkan berbagai perangkat undang-undang maupun peraturan dalam bidang hukum bisnis menjelang mulai bergulirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir 2015.
"Banyak undang-undang dan peraturan yang harus dibereskan, supaya ketika MEA sudah diterapkan tidak lagi terjadi berbagai masalah terutama soal perjanjian atau sengketa bisnis antarnegara ASEAN," kata praktisi hukum bisnis dari Unpad Dhaniswara K Hardjono saat konferensi bertajuk "Strategi Sumber Daya Manusia Dalam Memenangkan MEA 2015", di Jakarta, Selasa.
Menuru Dhaniswara, kepastian hukum menjadi hal yang mutlak disiapkan karena MEA menjadi komitmen bersama.

"Jangan setelah MEA berjalan, perangkat hukum yang menyangkut dunia bisnis baru disusun. Jadi, harus jauh sebelumnya sudah disiapkan," ujarnya. Ia menjelaskan, sejumlah UU dan Peraturan yang terkait dengan perlindungan konsumen, anti monopoli, hingga perjanjian bisnis yang mengikat berbagai pihak.

Kegiatan bisnis selalu bersifat dinamis, sehingga dari saat ini perlu evaluasi apakah perangkat-perangkat hukum bisnis dan perjanjian bisnis sudah siap menyambut MEA 2015.
"Hingga saat ini, DPR belum juga mengusulkan perubahan UU Konsumen dan Anti Monopoli. Ini penting untuk mengantisipasi berbagai konsekuensi yang akan timbul di masa datang," ujarnya.
Salah satu yang menurut Dhaniswara yang juga penting adalah bahwa saat MEA 2015 diterapkan, sumber daya manusia menjadi faktor penentu.

"Tenaga kerja asing akan dengan mudah masuk ke Indonesia di semua sektor tanpa kecuali," ujarnya.
Kemampuan SDM dalam negeri harus ditingkatkan, sehingga tidak lagi hanya menjadi sebatas buruh tetapi harus memiliki "grade" yang tinggi.
Untuk itu pula, perlu perjanjian antara pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja asing.
"Tenaga kerja Indonesia nantinya jangan lagi hanya sebatas demo soal tuntutan gaji naik, namun sudah harus berpikir lebih jauh meningkatkan daya saing dibanding tenaga asing," ujarnya.(FR)

Kamis, 18 Desember 2014

INDONESIA MENUJU MEA 2015

Negara-negara anggota ASEAN tengah gencar mempersiapkan AEC 2015 (ASEAN Economic Community 2015). 10 negara anggota ASEAN bersatu untuk menjadi salah satu kawasan perekomian yang dapat diperhitungkan dalam percaturan perekonomian Internasional AEC atau MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) resmi diberlakukan tahun 2015. Mau tak mau, siap tak siap Indonesia harus ikut berpartisipasi.MEA bertujuan untuk memberikan keleluasaan dan kebebasan bagi Negara-negara anggotaASEAN dengan menghapuskan pungutan-pungutan ekspor impor seperti: quota, tarif dsb,sehingga memudahkan aliran barang, jasa, tenaga kerja terampil serta aliran investasi keluar masuk di suatu Negara.

Indonesia sepertinya“kebakaran jenggot” ketika wacana ini diluncurkan. Bagaimana tidak? Sebagai Negara berkembang ia harus mengkaji ulang hal ini lebih dalam. Apakah MEA akan menjadi peluang, tantangan atau malah ancaman? Banyak pihak yang memandang pesimis mengenai kesiapan Indonesia di tengah himpitan pasar bebas.Ada beberapa faktor yang di anggap sebagai kendala Indonesia untuk menyambut MEA2015:

1.SDM yang belum siap. Dikhawatirkan SDM Kita akan kalah saing ditengahmudahnya Tenaga Kerja asing yang lebih terampil masuk ke dalam negeri. Hal inidapat memicu meningkatnya jumlah pengangguran.

2.MEA 2015 resmi diberlakukan 1 tahun lagi, belum ada persiapan memadai yangdilakukan pemerintah.

3.Minimnya sosialisasi, sehingga sedikit masyarakat yang melakukan persiapandalam menyongsong MEA 2015

4.Lonjakan Inflasi akibat kenaikan harga BBM dan meningkatnya BI Rate yang menyebabkan para pengusaha kesulitan dalam mengakses modal pengembanganusaha. Padahal, di saat situasi genting seperti ini, diperlukan akselerasi pertumbuhanyang lebih baik. Jika menilik pengalaman sebelumnya.

Sebagai tuan rumah, Indonesia hanya bisa menjadi "penonton" ditengah gempuran barang-barang impor, baik itu pada komoditi otomotif,elektronik, teknologi. Indonesia hanya menjadi konsumen aktif. Negara yang digadang-gadang sebagai Negara Agraris “gemah ripah loh jinawi”, sampai saat ini masih getol mengimpor bahan pangan seperti: kedelai, beras, bawang merah, cabai dsb dari Negara lain. Jika hal ini terus terjadi, impor lebih besar dari pada ekspor dapat memicu munculnya permasalahan baru, yaitu melemahnya mata uang rupiah, akibat neraca perdagangan yangdefisit, sehingga menggangu stabilitas ekonomi.Di Negara lain, Indonesia dikenal sebagai produsen
“Tenaga Kerja Tak Terdidik”.Tak hanya di Negara orang, di Negara sendiri pun masih menjadi “babu”. Ironis, Kita hanya bisa numpang bekerja dan hanya bisa memenuhi kualifikasi paling rendah dalam strukturorganisasi perusahaan-perusahaan Multinasional. Masih Sedikit masyarakat Indonesiamenjadi tenaga ahli. Sebagian besar SDM Indonesia dianggap belum mumpuni untukmengisi posisi vital sebuah perusahaan asing. Sebagai Negara dengan penduduk paling besar, seharusnya Indonesia dapat memanfaatkannya. Apabila Indonesia dapat membaca peluang ini, maka bisa dijadikan batu loncatan untuk pasar bebas yang lebih luas. Perlu ada standarisasi pada semua sektor, tak terkecuali SDM dan daya saing produk. Para pemangku kepentingan Lembaga pendidikan yang notabennya sebagai pencetak SDM dituntut untuk melakukan standarisasi. Standarisasi berguna untuk meningkatkan daya saing dan melindungi masyarakat dari produk-produk yang tidak berkualitas. Dalam hal ini, banyak pihak menganggap Program Standarisasi bisa dijadikan senjata ampuh untuk berkompetisi pada MEA 201.

Rabu, 17 Desember 2014

Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

VIVAnews - Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan diberlakukan Desember 2015 demi mewujudkan hubungan bisnis, investasi dan perdagangan yang lebih bebas antar-sepuluh negara di Asia Tenggara. Untuk menghadapi itu, Indonesia memiliki tiga langkah utama yang akan dilakukan.

Tiga langkah persiapan tersebut adalah percepatan pembangunan sektor infrastruktur, peningkatan kerja sama investasi, dan perdagangan intra negara ASEAN.

"Menurut padangan Presiden Joko Widodo saat menghadiri KTT ke-24 ASEAN kemarin, ranah percepatan pembangunan infrastruktur dan konektivitas antar negara di negara ASEAN harus segera dilakukan, sesuai koridor Masterplan on ASEAN Connectivity (MPAC)," papar Dirjen Kerja sama ASEAN Kementerian Luar Negeri, I Gusti Agung Wesaka Puja, di Gedung Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Selasa 16 Desember 2014.

Dia menjelaskan, langkah kedua, yakni melakukan kerja sama investasi, industri, dan manufaktur yang lebih erat di antara negara-negara anggota ASEAN, sehingga dapat memperkuat perekonomian.

Ketiga, meningkatkan perdagangan intra negara ASEAN. Hal tersebut, karena saat ini perdagangan intra anggota ASEAN baru mencapai 24,2 persen.

"Indonesia berharap, dalam jangka waktu lima tahun ke depan, nilai perdagangan intra ASEAN bisa mencapai 35 samapai 40 persen," tambahnya.

Manfaatkan momentum


Lebih lanjut, dia mengatakan, Indonesia bisa memanfaatkan momentum MEA 2015 untuk meningkatkan perekonomian.

"Pangsa pasar yang ada di Indonesia adalah 250 juta orang, jika MEA diberlakukan, maka pangsa pasar ASEAN sejumlah 625 juta orang bisa disasar oleh Indonesia. Jadi, Indonesia memiliki kesempatan lebih luas untuk memasuki pasar yang lebih luas," jelasnya.

Dia menjelaskan, bahwa Indonesia sekarang memiliki 55 juta usaha kecil menengah (UKM). Menurutnya, tinggal bagaimana para pelaku usaha untuk maju dalam mengelola dan mengambil peran dalam MEA tersebut, atau malah tergerus dengan negara lain.

"Awarness atau kesadaran masyarakat terhadap MEA tidak terlalu banyak. Hal ini adalah tantangan bagi kita untuk membuat masyarakat sadar dan mau bersaing dengan negara-negara ASEAN, sehingga Indonesia siap menghadapi MEA 31 Desember 2015 nanti," ungkapnya.

Dia menambahkan, Indonesia diharapkan bisa menjadi bagian penting dari rantai produksi regional maupun global. (ren)

Tenaga kerja Indonesia lemah di 8 sektor pasar tunggal ASEAN

Merdeka.com - Pada pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun depan, ada 12 sektor usaha yang diliberalisasi. Tujuh sektor perdagangan berkaitan dengan ekspor impor, ditambah lima sektor jasa yang terbuka untuk perpindahan tenaga kerja. Di masing-masing bidang itu, Indonesia masih memiliki kekurangan.

Lima sektor jasa yang terbuka untuk lapangan pekerjaan yakni transportasi udara, e-ASEAN, pelayanan kesehatan, turisme, dan jasa logistik. Kemudian, tujuh sektor perdagangan dan industri adalah produk berbasis pertanian, elektronik, perikanan, karet, tekstil, otomotif dan kayu.

Kelemahan signifikan yang masuk pantauan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) adalah sertifikasi dan peningkatan kualitas tenaga kerja. Sebab terbuka peluang kebutuhan SDM di bidang-bidang itu, akan diisi warga negara ASEAN lainnya.

"Yang jelas kita local skill-nya kurang. Artinya kita harus cepat mengisi," ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana saat membuka acara 'Tantangan Kependudukan, ketenagakerjaan dan SDM Indonesia menghadapi MEA 2015' di kantornya, Jakarta, Rabu (26/3).

Menurut dia, dari 12 sektor itu terdapat delapan bidang yang telah mencapai MRA (mutual recognition arrangement). Sehingga,sektor-sektor tersebut akan disertifikasi kompetensi tenaga kerjanya untuk saling diakui di ASEAN.

Delapan bidang kerja tersebut yakni, insinyur, perawat, arsitek, pariwisata, praktisi medis, dokter gigi dan akuntan. "Sektor 12, bidang keahlian ada 8 tapi harus memenuhi standar kompetensi dan diakui, dan sebaliknya. Jadi inilah yang potensial kerja di ASEAN," kata Armida.

Sedangkan dari sisi perekonomian, Indonesia tetap akan punya pengaruh bagi kawasan Asia Tenggara. Produk Domestik Bruto ditargetkan tetap konsisten di angka 5,8-6 persen. Potensi pasar di Tanah Air besar, didukung dengan PDB per kapita di atas 6 persen setelah 2014. Bappenas memprediksi akhir 2019, pendapatan per kapita penduduk Indonesia mencapai USD 7.000 per tahun. "Kita masih negara berpenghasilan menengah," kata Armida.

Selasa, 16 Desember 2014

Siapkan Tenaga Kerja Handal Demi MEA 2015



Metrotvnews.com, Semarang: Pemerintah Indonesia mempersiapkan industri berbasis kompetensi untuk menghadapi ASEAN Economic Community. Berdasarkan hal itu, pemerintah merasa perlu menyiapkan tenaga kerja yang kompeten.

Menurut Menteri Perindustrian, Saleh Husin, perdagangan bebas tak hanya soal produk. Tetapi juga mengenai tenaga kerja yang harus bisa bersaing dengan negara lain di ASEAN.

"Sehingga perlu ada persiapan dalam bentuk pelatihan sumber daya, menyiapkan tenaga ahli, serta restrukturisasi mesin industri," ujarnta di pembukaan Diklat Operator Garment, di Semarang, Selasa (18/11/2014).

Ia menyebutkan, restrukturisasi mesin industri sejak 2007-2012 telah meningkatkan investasi higga Rp9,9 triliun dan penyerapan tenaga kerja sebesar 194 ribu orang.

Menurut Bank Indonesia (BI), persiapan dalam menghadapi MEA 2015 diperlukan mengingat era liberalisasi di kawasan ASEAN, termasuk liberalisasi pasar keuangan, memberikan peluang sekaligus tantangan. Terkait dengan UMKM, belum setaranya kondisi ekonomi tiap negara ASEAN, menuntut setiap negara ASEAN, termasuk Indonesia untuk meningkatkan kompetensi UMKM.

Dalam konteks MEA 2015, peningkatan kompetensi perlu dilakukan agar UMKM Indonesia mampu atau setidaknya siap menghadapi era pasar keuangan bebas tersebut.
AHL

Sektor Tenaga Kerja Perlu Perhatian Khusus Jelang MEA 2015



Jelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 mendatang, sektor ketenagakerjaan Indonesia perlu benar-benar dibenahi agar dapat bersaing dengan tenaga kerja asal negara tetangga.

Hal ini lantaran hingga kini masalah pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi sebagian besar masyarakat Indonesia masih terus menjadi persoalan mendasar, tidak hanya bagi pemerintah, tetapi juga bagi dunia usaha dan masyarakat.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Tenaga Kerja, Benny Soetrisno mengatakan, masalah perekonomian bukan hanya menyangkut masalah pekerjaan dan penghidupan yang layak tetapi juga terletak pada struktur lapangan kerja, status pekerjaan, tingkat upah, kompetensi, produktivitas yang relatif rendah, dan masalah ketenagakerjaan lainnya yang saling berkaitan.

Dia menyebutkan, keberadaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan kompeten mutlak diperlukan karena pada gilirannya akan berimplikasi pada daya saing dunia usaha dan perekonomian nasional.

Oleh karenanya, diperlukan langkah-langkah strategis yang harus segera dilakukan untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan di Indonesia.

"Upaya-upaya perluasan kesempatan kerja harus terus dilakukan, di dunia usaha bisa berupa tersedianya kesempatan kerja di sektor usaha formal, usaha informal, hingga bekerja mandiri sebagai wirausaha," ujar Benny di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Kamis (12/11/2013).

Sementara itu di sisi lain kompetensi tenaga kerja untuk mendukung produktivitas yang baik perlu terus ditingkatkan dan dibenahi.
"Standar kompetensi bagi dunia usaha atau industri sangat penting bagi peningkatan produktivitas dan daya saing," lanjutnya.

Dia menyebutkan, berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menggambarkan, struktur tenaga kerja Indonesia masih didominasi dengan tenaga kerja berpendidikan rendah.

Jumlah angkatan kerja per Agustus 2012 sebanyak 118,05 juta, sebanyak 82,10 juta adalah lulusan Sekolah Dasar, 38,57 juta lulusan SMP, 27,65 juta lulusan SMA, 13,54 juta lulusan SMK, 3,87 lulusan Diploma dan 8,17 juta lulusan Sarjana. Struktur pendidikan tenaga kerja seperti ini disinyalir menjadikan daya saing dan produktivitas serta penghasilan tenaga kerja Indonesia relatif rendah.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan tingkat pengangguran di Indonesia per Agustus 2012 menurun menjadi 6,14% dibanding Agustus 2011 sebesar 6,56%, jadi jumlah pengangguran tahun 2013 di Indonesia yang tersisa sebanyak 7,24 juta orang.

Oleh sebab itu, menurut Benny, relevansi sistem pendidikan juga merupakan hal yang harus dibenahi, karena ketersediaan tenaga kerja sebaiknya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dunia usaha sehingga dapat terserap dengan optimal.

"Yang terjadi sekarang adalah jumlah pencari kerja lebih besar dari jumlah peluang kerja yang ada. Sementara gap antara keterampilan pencari kerja dengan kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja kesenjangannya masih besar," kata Benny.

Menurut Benny, kesenjangan itu harus dikurangi dan program link and match antara dunia usaha dan pencari kerja bisa menjadi jalan keluar dengan dukungan sistem pendidikan nasional. (Dny/Ahm)

MEA 2015, Peluang Sekaligus Tantangan Bagi Tenaga Kerja Indonesia



KotakNews.com - Bonus demografi yang dimiliki oleh Indonesia, merupakan salah satu keuntungan yang diharapkan bisa menjadi daya saing dalam menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Tahun 2015. Banyaknya warga dalam usia produktif, akan menjadikan tenaga kerja Indonesia berlimpah. Namun demikian, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kualitas dari tenaga kerja tersebut.

Tenaga Kerja Indonesia

Dalam Catatan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) setidaknya terdapat 600.000 orang insinyur di Indonesia. Dengan insinyur sebanyak itu diharapkan dapat mendominasi tenaga kerja dibidang jasa konstruksi dan pembangunan infrastruktur pada pasar bebas ASEAN. Indonesia selama ini dianggap memiliki daya saing yang cukup tinggi dalam pasar tenaga kerja industr jasa konstruksi ASEAN. Meski demikian, peningkatan kaualitas sumber daya manusia masih perlu ditingkatkan, agar Indonesia mampu mengambil peran maksimal dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi ASEAN.

Di sektor Perbankan, kita dapat menyaksikan pertumbuhan perbankan asing dan lokal begitu pesat. Proporsi kepemilikan asing di perbankan nasional terus meningkat, termasuk perbankan milik Negara ASEAN semisal Malaysia dan Singapura. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 39% dari populasi ASEAN, Indonesia merupakan pasar yang besar bagi perbankan. Karenanya tenaga kerja dibidang perbankan harus disiapkan agar mampu bersaing dengan Negara ASEAN lain. Bila tidak, maka tenaga kerja bank asing dan nasional akan diisi oleh tenaga kerja dari Negara lain.

Pemerintah harus bekerja keras agar mampu meningkatkan kualitas dan kemampuan tenaga kerja Indonesia di semua bidang. Bila tidak, Indonesia tidak akan mampu memetik keuntungan maksimal dari pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Tahun 2015. Jangan sampai keuntungan demografi hanya menjadi pasar bagi produk Negara lain. . Peneliti The Finance Research, Eko B Supriyanto, mengatakan bila keunggulan (demografi. red) ini tidak dikelola dengan baik akan menjadi jebakan. Karenanya, Indonesia harus menyiapkan warganya agar bisa menjadi tenaga kerja yang berkualitas.(Fikry Apriadi)

Senin, 15 Desember 2014

Dasar Hukum Pendirian BNSP dan LSP:

1 ) Undang-Undang N0. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 18

2 ) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 61

3 ) Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara tahun 1984 No. 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274)

4 ) Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di bidang Pariwisata

5 ) Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2006 tentang Sistem Latihan Kerja Nasional

6 ) Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)

7 ) PerMenakertrans No. PER.22/MEN/IX/2009 tentang Penyelenggaraan Pemagangan Dalam Negeri

8 ) PerMenakertrans No. PER. 21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

9 ) PerMenakertrans No. PER-17/MEN/VI/2007 tentang Tatacara Perizinan dan Pendaftaran Lembaga Pelatihan Kerja

10) Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. KEP-96A/MEN/VI/2004 tentang Pedoman Penyiapan dan Akreditasi Lembaga Sertifikasi Profesi
11 ) Surat Keputusan BNSP Nomor KEP-16A/BNSP/III/2006 tentang Lisensi Kepada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Telematika 12 ) Kumpulan Pedoman BNSP -

Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015



Dalam beberapa hal, Indonesia dinilai belum siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Namun banyak peluang yang dapat kita lihat dari Ekonomi ASEAN 2015 ini. Banyak kalangan yang merasa ragu dengan kesiapan Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Dalam kekhawatiran mengenai terhantamnya sektor-sektor usaha dalam negeri kita, jika kita mengingat bagaimana hubungan bilateral Indonesia dengan China. Kini China mampu menguasi pasar domestik kita yang pada akhirnya dapat mengganggu stabilitas Indonesia. Berdasarkan fakta peringkat daya saing Indonesia periode 2012-2013 berada diposisi 50 dari 144 negara, masih berada dibawah Singapura yang diposisi kedua, Malaysia diposisi ke dua puluh lima, Brunei diposisi dua puluh delapan, dan Thailand diposisi tiga puluh delapan. Melihat kondisi seperti ini, ada beberapa hal yang menjadi faktor rendahnya daya saing Indonesia menurut kajian Kementerian Perindustrian RI yaitu kinerja logistik, tarif pajak, suku bunga bank, serta produktivitas tenaga kerja.

Mempersiapkan Langkah Strategis Menghadapi MEA 2015



Pelaksanaan kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 sudah di depan mata. Indonesia harus mulai mempersiapkan diri jika tidak ingin menjadi sasaran masuknya produk-produk negara anggota ASEAN. Indonesia harus banyak belajar dari pengalaman pelaksanaan

free trade agreement (FTA) dengan China, akibatnya China menguasai pasar komoditi Indonesia. Tidak ada pilihan lain selain menghadapi dengan percaya diri bahwa bangsa Indonesia mampu dan menjadi lebih baik perekonomiannya dalam keikutsertaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 ini. Beberapa langkah strategis yang perlu dilaksanakan oleh pemerintah ialah dari sektor usaha perlu meningkatkan perlindungan terhadap konsumen, memberikan bantuan modal bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah, memperbaiki kualitas produk dalam negeri dan memberikan label SNI bagi produk dalam negeri. Dalam sektor tenaga kerja Indonesia perlu meningkatkan kualifikasi pekerja, meningkatkan mutu pendidikan serta pemerataannya dan memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat. Selain itu, perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat luas mengenai adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 sehingga mampu menumbuhkan rasa percaya diri dan kita akan mampu menghadapi berbagai macam tantangan dalam. Apabila kita mempunyai daya saing yang kuat, persiapan yang matang, sehingga produk-produk dalam negeri akan menjadi tuan rumah dinegeri sendiri dan kita mampu memanfaatkan kehadiran, untuk kepentingan bersama dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Jumat, 12 Desember 2014

Persaingan Tenaga Kerja dalam Era Globalisasi

Sebagai warga Negara Indonesia kita sering mendengar, melihat dan merasakan tentang ketenagakerjaan diindonesia amatlah memprihatinkan karena dari beberapa orang yang menjadi buruh, pelayan, dan masih banyak lagi macamnya sering tertindas baik itu secara fisik dan mental. Sebagian besar dari mereka tidak mendapatkan haknya sebagai tenaga kerja yang dilindungi dan diatur oleh undang-undang Negara.

Berdasarkan GBHN 1999-2004, Tujuan pembangunan nasional, yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia; yang didukung oleh manusia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan; menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin.(Garis-Garis Besar Haluan Negara GBHN 19999-2004, Sinar Grafika, Jakarta, 2002.)

Dari tujuan tersebut tercermin bahwa sebagai titik sentral pembangunan adalah pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) termasuk tenaga kerja, baik sebagai sasaran (obyek) pembangunan , maupun sebagai pelaku (subyek) dan penikmat pembangunan. Dengan demikian pembangunan ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek pendukung keberhasilan pembangunan nasional.

Secara umum permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi saat ini antara lain pengangguran yang cukup tinggi, kualitas SDM dan produktivitas tenaga kerja yang relative rendah, serta belum memadainya perlindungan terhadap tenaga kerja termasuk tenaga kerja Indonesia di luar negeri, selain masih besarnya jumlah masyarakat penyandang kemiskinan. Beban ini semakin tidak ringan dengan dihadapkannya bangsa ini pada era globalisasi, yang disatu sisi merupakan peluang, namun di lain sisi dapat menjadi ancaman bila tidak mempersiapkan diri.

Dalam era globalisasi yang dikenal dengan liberalisasi ekonomi atau perdagangan bebas khususnya bidang jasa tenaga kerja, tenaga kerja Indonesia dituntut harus mampu bersaing dengan tenaga kerja dari Negara lain. Persaingan bagi tenaga kerja diluar negeri, yang apabila tidak ditingkatkan kualitasnya maka kesempatan kerja yang ada didalam negeripun akan diisi oleh tenaga kerja asing yang lebih baik dan lebih berkompeten. Dalam arus perdagangan bebas akan terjadi persaingan antar Negara yang semakin ketat dan setiap Negara dituntut untuk dapat berkompetisi. Agar hasil produksi barang dan jasa meningkat dan dapat bersaing, maka efisiensi dalam proses produksi perlu menjadi persyaratan utama yang harus dilakukan. Dan kata kunci dari efisiensi, adalah penggunaan teknologi yang tepat dan dikuasai oleh SDM yang ada. Oleh karena itu dalam perdagangan bebas pembangunan SDM menjadi sangat penting, terutama SDM sebagai pelaku pembangunan atau tenaga kerja. Untuk itu, dalam menghadapi globalisasi di bidang jasa tenaga kerja, bagaimana meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia guna mendukung suksesnya pembangunan nasional merupakan pokok permasalahan yang perlu dirumuskan kebijaksanaan, strategi, dan upayanya.

Kamis, 11 Desember 2014

Kelemahan Indonesia Menghadapi MEA 2015

Kelemahan-kelemahan Indonesia yang belum bisa bersaing dengan negara-negara ASEAN adalah: Pertama, Indonesia belum mampu atau tidak mau mengolah sumberdaya alam yang dimilikinya. Sekarang ini 40% ekspor Indonesia berupa bahan mentah dari sumberdaya alam seperti batubara, minyak nabati, gas, dan minyak bumi. UU baru yang melarang ekspor mineral mentah barangkali merupakan angin segar tetapi harus didukung dengan modal dan teknologi tinggi untuk mengolahnya.

Kedua, SDM Indonesia sampai saat ini juga tergolong masih rendah kualitasnya, terutama ahli-ahli atau sarjana eksakta (teknik) yang masih kurang.

Ketiga, infrastruktur Indonesia yang buruk juga menyebabkan ekonomi biaya tinggi bagi produksi barang dan jasa sehingga harganya tidak bisa bersaing di pasar ASEAN. Sampai saat ini pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur masih rendah. Total pengeluaran pemerintah dari APBN untuk infrastruktur hanya 2% dari PDB. Smentara Vietnam mengeliarkan belanja infrastruktur 8% dari PDB nya bahkan China sampai mengeluarkan belanja infrastruktur 10% dari PDB nya. Menurut ADB (2011) panjang jalan di Indonesia adalah yang terpendek di ASEAN.

Keempat, di sektor jasa Indonesia sangat ketinggalan. Padahal seperti diketahui dalam ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) sudah dibuka liberalisasi untuk profesi Akuntan, dokter, dokter gigi, insinyur, perawat, dan arsitek.

Kelima, sektor pertanian yang merupakan sektor potensial Indonesia ternyata banyak ditinggalkan oleh berbagai kebijakan pemerintah. Padahal negara ASEAN lain juga punya sektor unggulan sektor pertanian dan mereka mengembangkannya dengan sungguh-sungguh. Contohnya adalah Thailand dan Vietnam.

Kebijakan ASEAN Dalam menyediakan fasilitas perdagangan

Pembahasan secara statistik menunjukkan bahwa setelah penerapan beberapa kebijakan yang terkait dengan MEA terjadi kenaikan arus perdagangan produk ke pasar ASEAN. Hal ini menunjukkan bahwa pembukaan barrier to entry akan memperkuat arus Perdagangan. Berkaitan dengan hal tersebut beberapa rekomendasi dapat diusulkan, melihat elemen-elemen dalam MEA ini berupa kebijakan (policy).

Kesepakatan pasar ASEAN dalam Skema MEA ini merupakan salah satu peluang bagi perkembangan produk untuk mampu diterima di pasar internasional. MEA merupakan pintu masuk bagi produk-produk Indonesia. Selain produk industri yang sudah mapan, peluang ini juga harus mampu diraih oleh industri kecil.

Konsekuensi logis dari hal ini adalah, daya saing produkdi setiap level industri haruslah tinggi. Untuk mencapai hal tersebut perlu industri kecil perlu dilatih untuk mampu memenuhi peluang tersebut dengan cara menciptakan kemitraan antara industri besar dan kecil yang diupayakan mampu menciptakan simbiosis mutualisme. Industri kecil akan dilatih oleh industri besar dan kelak industri kecil mula -mula akan menjadi subsidiary (cabang) dari industri besar. Industri kecil dapat menjadi penyedia komponen -komponen yang dibutuhkan oleh industri besar. Sedangkan industri besar secara tidak langsung akan menjadi agen bagi penjualan produk industri kecil karena produk tersebut termuat sebagai komponen produk industri besar.

Berkaitan dengan kebijakan ASEAN dalam penyediaan fasilitasi perdagangan, perlu dilakukan peningkatan upaya pemerintah hal-hal sebagai berikut ini:

1. Penghapusan Hambatan Tarif
  • Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang akuntabel
  • Pengurusan persyaratan asal barang (rules of origin/roo melalui formulir yang mudah dan sederhana serta biaya yang murah

2. Penghapusan Hambatan Non-Tarif
  • Dikuranginya dominasi perusahaan atau badan tertentu yang dimilikipemerintah atas impor komoditas tertentu,
  • Berkurangnya inspeksi kualitas, kuantitas, dan harga bar ang di negara eksportir sebelum dikirim, dengan inspektur dari hak otoritas di negara importer
  • Dikuranginya larangan/batasan impor

3. Kerjasama Kepabeanan
  • Kerjasama yang baik antar instansi pemerintah yang terlibat dalam pengurusan perizinan ekspor/impor
  • Prosedur perizinan pengurusan ekspor/impor yang mudah
  • Waktu pemrosesan perizinan ekspor-impor dan dokumen perizinan ekspor/impor yang sederhana

Selain kebijakan-kebijakan tersebut diatas berkaitan dengan fasilitasi perdagangan ASEAN, Pemerintah dapat menetapkan kebijakan yang bersifat mendorong terjadinya kemitraan. Kebijakan tersebut dapat memuat reward yang bisa mendorong minat bermitra bagi industri besar dan minat untuk mengembangkan diri bagi industri kecil.

Perbankan sebenarnya merupakan pihak yang sangat dekat perannya dalam rangka MEA ini, melihat fungsi perbankan adalah sebagai lembaga intermediasi dari pihak surplus dana kepada pihak defisit dana. Perbankan merupakan penghubung antara investor dengan industri. Sehingga dalam hal ini perbankan merupakan nahkoda dari lajunya industri. Dalam Skema MEA perbankan dapat berperan dengan mengucurkan kredit kepada industri kecil untuk pengembangan kualitasnya. Kredit yang disalurkan selain untuk memperluas usaha juga untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan.

Bank Sentral selaku pemegang kebijakan tertinggi moneter dan perbankan Indonesia, berwenang menetapkan kebijakan kredit perbankan bagi usaha kecil yang dapat juga memuat rewards dan punishment bagi industri perbankan terkait dengan pengucuran kredit bagi usaha kecil. Bank sentral juga berwenang memberikan kebijakan untuk mendorong arus investasi perbankan dari sektor finansial menuju kearah sektor produksi, melihat sektor produksi barang dan jasa inilah yang benar-benar menarik arus devisa ke dalam cadangan devisa Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dampak suatu kebijakan secara kuantitatif dengan tujuan agar hasil dari kebijakan benar-benar dapat ditunjukkan secara eksak dan terukur sehingga memudahkan bagi pengambilan keputusan lebih lanjut. Pada tataran ini, semua variabel penelitian haruslah bersifat terukur terlebih dahulu, barulah dampak dari suatu kebij akan bisa diamati secara kuantitatif.

Untuk selanjutnya penelitian-penelitian mengenai dampak kebijakan secara kuantitatif sangat diperlukan, melihat sampai saat ini dirasakan penelitian kuantitatif mengenai dampak kebijakansangat kurang dilaksanakan. Pen elitian selanjutnya diharapkan mampu mengukur dampak kebijakan serta elemen kuantitatif yang menyertai suatu kebijakan, misalnya: kebijakan akan menyebabkan waktu pelayanan lebih singkat sehingga arus barang menjadi lebih cepat karena semakin singkatnya waktu. Kebijakan yang dapat diukur secara kuantitatif akan memudahkan bagi pengambilan keputusan secara lebih tepat bagi banyak pihak.

PENGARUH MEA 2015 TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN

Proses regionalisasi (dalam bidang ekonomi) kawasan ASEAN diawali dengan disepakatinya Preferential Trading Agreement (PTA) tahun 1977, dilanjutkan dengan ASEAN Free Trade Area (AFTA) tahun 1992, dan akan berakhir dengan terbentuknya ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015. MEA ini merupakan realisasi dari integrasi ekonomi yang term uat dalam visi ASEAN 2020. Salah satu pilar utama MEA adalah aliran bebas barang (free flow of goods) di mana pada tahun 2015 perdagangan barang di kawasan ASEAN dilakukan secara bebas tanpa mengalami hambatan, baik tarif maupun non -tarif.


Upaya untuk mewujudkan ASEAN sebagai kawasan dengan aliran barang yang bebas dalam skema MEA merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari skema yang ada sebelumnya, yaitu preferential Trading Agreement (PTA) tahun 1977 dan ASEAN Free Trade Area (AFTA) tahun 1992. Perbedaan paling mendasar antara skema PTA, AFTA, dan MEA dalam mendorong terjadinya aliran barang yang bebas di ASEAN adalah PTA dan AFTA lebih menekankan padapengurangan dan penghapuan hambatan tarif, sedangkan MEA lebih menekankan pada pengurangan dan penghapuan hambatan non-tarif (Sjamsul Arifin dkk, 2008: 71).


Kerangka aliran bebas barang yang termuat dalam cetak biru MEA 2015 menjelaskan mengenai arah dan cara mencapai MEA 2015 yang meliputi penghapusan hambatan tariff, penghapusan hambatan non-tarif, dan fasilitas perdagangan lainnya. Cetak biru aliran bebas barang MEA 2015 tersebut dimaksudkan untuk memberikan berbagai kemudahan perdagangan di kawasan ASEAN yang dikenal sebagai ASEAN Trade Facilitation.


Kebijakan tentang ASEAN Trade Facilitation antar negara ASEAN diatas tidak lain bertujuan untuk memacu perekonomian di kawasan Asia Tenggara, khususnya anggota -anggota ASEAN. Kemudahan-kemudahan yang diberikan diharapkan akan meningkatkan volume perdagangan antar negara-negara ASEAN.

Rabu, 10 Desember 2014

Apa yang bisa dilakukan para pelaku UKM dengan adanya MEA 2015

Menurut Staf Direktorat Kerja Sama ASEAN Kementerian Perdagangan, Astari Wirastuti, saat ini Indonesia tengah berada pada arus perdagangan global. Untuk itu, pihaknya menghimbau agar para pelaku UKM bersiap dan berani bersaing dengan produk dari negara lain. Menurutnya, menutup diri dari dunia yang dinamis bukanlah pilihan terbaik.
Sebelum itu, ada baiknya kita mengetahui apa yang bisa dilakukan para pelaku UKM dengan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN ini?
  1. Prosedur Bea Cukai Lebih Sederhana
Menurut Tari, Masyarakat Ekonomi ASEAN akan memiliki sistem yang dapat memantau pergerakan barang dalam perjalanannya ke negara-negara ASEAN. Tidak hanya itu, izin barang ekspor pun akan lebih cepat. Ini akan menghemat waktu dan biaya ekspor.
  1. Adanya Sistem Self-Certification
Ini adalah sistem yang memungkinkan pengekspor menyatakan keaslian produk mereka sendiri dan menikmati tarif preferensial[2] di bawah skema ASEAN-FTA (Free Trade Area). Tanggung jawab utama dari sertifikasi asal dilakukan oleh perusahaan yang ikut berpartisipasi dengan menyertakan faktur komersial dokumen seperti tagihan, delivery order[3], atau packaging list[4].
Fungsinya adalah memudahkan pebisnis dalam melakukan ekspansi ke negara-negara anggota ASEAN lainnya.
  1. Harmonisasi Standar Produk
Meski masih belum ditetapkan seperti apa standar dari masing-masing jenis produk, namun ASEAN akan memberlakukan sistem yang meminta masing-masing industri agar sesuai dengan standar kualitas mereka.
Hingga saat ini, terdapat 7 jenis produk yang menjadi prioritas mereka.
Ø  Produk karet
Ø  Obat tradisional
Ø  Kosmetik
Ø  Pariwisata
Ø  Sayur dan buah segar
Ø  Udang dan budidaya perikanan
Ø  Ternak
Selain ketiga hal di atas, Tadi juga menjelaskan bahwa ia dan pemerintah akan mendukung program globalisasi UKM, seperti:
Ø  Mencari pasar baru di luar negeri
Ø  Promosi ekspor
Ø  Delegasi promosi perdagangan
Ø  Mendorong spesialisasi dalam memperluas pasar luar negeri
Ø  Mendukung pencapaian standar internasional
Ø  Mendukung pengembangan global brand
Ø  Memberi bantuan kepada UKM yang memiliki prospek baik untuk mengekspor produknya
Ya, masih banyaknya anggapan tentang merek luar lebih berkualitas ketimbang produk lokal akan mempersulit pelaku UKM, padahal tidak sepenuhnya begitu.
Untuk itu, tiap UKM harus memperbaiki kualitas produknya agar semua konsumen bisa bangga dengan kualitasnya. Pemerintah juga dirasa perlu untuk terus mengedukasi masyarakat agar cinta terhadap produk lokal, dan masyarakat juga perlu menghilangkan persepsi yang kerap menilai buruk merek lokal.