JAKARTA, HARIANACEH.co.id — Fraksi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia menyatakan buruh belum siap bersaing pada Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Alasannya, perhatian pemerintah dalam meningkatkan keterampilan dan kualitas buruh masih kurang.“Secara keterampilan buruh tamatan SMA dan sederajat masih kurang dan belum bisa bersaing terjun bersaing dengan pekerja-pekerja asing lainnya yang lebih terampil,” kata Wakil Ketua Bidang Advokasi Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) DKI Jakarta M Toha.
Ia menjelaskan, selama ini, jumlah buruh yang dilatih di Balai Pelatihan Kerja di Indonesia, masih kurang dan belum efektif meningkatkan kualitas calon pencari kerja atau warga yang telah pekerja di suatu perusahaan.
“Dalam jangka panjang, SDM pekerja ini harus menjadi perhatian, jika tidak tentu pekerja-pekerja asing akan menguasai sektor-sektor usaha dan pada akhirnya akan meningkatkan angka pengangguran, kemiskinan dan kecemburuan sosial,” ujarnya.
Menurut dia, dampak pemberlakuan MEA dalam jangka pendek, memang tidak terlalu mempengaruhi karena upah di Indonesia yang masih rendah.
“Pekerja asing tersebut, tentu mencari upah yang lebih tinggi, sehingga mereka lebih tertarik bekerja di negaranya karena upahnya lebih tinggi dibanding upah buruh di Indonesia,” ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini, upah buruh di Jakarta Rp2,3 juta masih rendah di bawah upah di Philipina, Malaysia, Thailand, Brunei, Singapura dan lebih tinggi dibanding upah di Laos, Kemboja dan Vietnam.
“Jika upah masih rendah tentu pekerja asing tidak tertarik, kecuali upah pekerja di Indonesia sudah lebih tinggi dibanding upah di negaranya, tentu akan menjadi daya tarik besar bagi pekerja asing tersebut,” ujarnya.
Untuk itu, kata dia, diharapkan pemerintah lebih meningkatkan SDM buruh ini agar mereka lebih produktif dalam meningkatkan kesejahteraan keluarganya.
“Peningkatan SDM buruh ini, tentu buruh lebih siap bersaing dengan pekerja asing lainnya, bahkan mereka bisa mencari pekerjaan ke perusahaan-perusahaan asing di ASEAN,” ujarnya.
Ia menjelaskan, selama ini, jumlah buruh yang dilatih di Balai Pelatihan Kerja di Indonesia, masih kurang dan belum efektif meningkatkan kualitas calon pencari kerja atau warga yang telah pekerja di suatu perusahaan.
“Dalam jangka panjang, SDM pekerja ini harus menjadi perhatian, jika tidak tentu pekerja-pekerja asing akan menguasai sektor-sektor usaha dan pada akhirnya akan meningkatkan angka pengangguran, kemiskinan dan kecemburuan sosial,” ujarnya.
Menurut dia, dampak pemberlakuan MEA dalam jangka pendek, memang tidak terlalu mempengaruhi karena upah di Indonesia yang masih rendah.
“Pekerja asing tersebut, tentu mencari upah yang lebih tinggi, sehingga mereka lebih tertarik bekerja di negaranya karena upahnya lebih tinggi dibanding upah buruh di Indonesia,” ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini, upah buruh di Jakarta Rp2,3 juta masih rendah di bawah upah di Philipina, Malaysia, Thailand, Brunei, Singapura dan lebih tinggi dibanding upah di Laos, Kemboja dan Vietnam.
“Jika upah masih rendah tentu pekerja asing tidak tertarik, kecuali upah pekerja di Indonesia sudah lebih tinggi dibanding upah di negaranya, tentu akan menjadi daya tarik besar bagi pekerja asing tersebut,” ujarnya.
Untuk itu, kata dia, diharapkan pemerintah lebih meningkatkan SDM buruh ini agar mereka lebih produktif dalam meningkatkan kesejahteraan keluarganya.
“Peningkatan SDM buruh ini, tentu buruh lebih siap bersaing dengan pekerja asing lainnya, bahkan mereka bisa mencari pekerjaan ke perusahaan-perusahaan asing di ASEAN,” ujarnya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar