. Lembaga Sertifikasi Profesi: 12/30/14

Selasa, 30 Desember 2014

Hadapi MEA, Kemenaker Genjot Sertifikasi Profesi

VIVAnews - Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri mengatakan, saat ini pihaknya tengah menyiapkan tenaga kerja Indonesia untuk menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). Sebab menurut dia, pada era tersebut, keluar masuk tenaga kerja asing lebih terbuka.

"Kompetisi terbuka akan makin tinggi, berarti terbukanya tenaga kerja asing," kata Menaker di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis, 30 Oktober 2014.

Guna menghadapi MEA, Kemenaker akan melakukan dua hal, yaitu penguatan kompetensi tenaga kerja Indonesia untuk bisa berkompetisi dan selektif memilih tenaga kerja asing.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengatakan, untuk penguatan kompetensi tenaga kerja Indonesia, pihaknya akan melakukan sertifikasi profesi. Selain itu, pemerintah akan memprioritaskan tenaga kerja Indonesia dibanding tenaga kerja asing.

MEA 2015 Harus Dipandang Positif

JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menegaskan, para pelaku usaha sedianya harus memandang ASEAN Economic Community (AEC) 2015 dari sisi positif.

Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto menuturkan, saat ini bukan lagi saatnya menyatakan tidak siap menghadapi pasar bebas ASEAN. Sebab AEC yang akan berlangsung 2015 sudah di depan mata.

"Sebenarnya, saya sering mendapat banyak komplain dari para anggota tentang AEC. Tapi saya bilang, stop talking about ready or not," ujarnya dalam pertemuan dengan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag) Singapura di Menara Kadin, Jakarta, Senin (24/11/2014).

Dia mengatakan, dibanding negara ASEAN lainnya, Indonesia merupakan negara dengan populasi dan pasar terbesar. AEC 2015 sedianya harus dipandang untuk menjadikan para pelaku usaha melompat lebih jauh lagi.

"Kita ini negara dengan populasi dan pasar terbesar (di ASEAN). Lihat sisi positifnya, untuk melawan negara lain dan melakukan yang lebih baik. Itu posisi kita," pungkas Suryo.

Kesiapan Menghadapi MEA 2015

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Alfian Helmi (Mahasiswa Kandidat Master, Regional Science Division, Hokkaido University, Jepang)
 
Perhelatan pergantian tahun sudah di depan mata. Seakan berpacu dengan waktu, pada tahun 2015 ini pula (tepatnya pada Desember 2015) kita akan dihadapkan pada Masyarakat Ekonomi ASEAN / MEA (ASEAN Economic Communities). Suatu era yang menyatukan Negara-negara di kawasan Asia Tenggara menjadi “satu basis pasar dan produksi”. Dimana akan terjadi arus bebas produk, jasa, investasi, tenaga kerja, dan modal, yang semuanya bermuara pada prinsip pasar terbuka bebas hambatan.
 
Ambisi ASEAN membentuk MEA salah satunya didorong oleh perkembangan eksternal dan internal kawasan. Dari sisi eksternal, Asia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi baru, dengan disokong oleh India, Tiongkok, dan negara-negara ASEAN. Saat ini saja, berdasarkan Laporan Bank Dunia (2014), dengan menggunakan paritas daya beli (PPP) dolar internasional, ekonomi ASEAN menyumbang 6 persen terhadap PDB global. Hal ini menjadikan ASEAN sebagai blok ekonomi terbesar kelima di dunia setelah NAFTA (20 persen), EU (17 persen), China (16 persen), dan India (7 persen). Sedangkan dari sisi internal kawasan, krisis keuangan Asia pada tahun 1997/1998 memberikan motivasi lebih lanjut terhadap agenda integrasi regional guna membangun ketahanan yang lebih kuat menghadapi ketidakstabilan keuangan makro. Selain itu, ASEAN juga memiliki pertumbuhan kelas menengah berusia muda yang sangat pesat yang dapat memberikan sumber pertumbuhan baru di kawasan ini.

Kini, MEA sudah didepan mata, dan kita paput bertanya, sejauh mana persiapan Indonesia dalam menghadapi era liberalisasi perdangan ini? Karena sebagai Negara dengan ekonomi paling besar di ASEAN, dengan sekitar 40 persen dari PDB ASEAN, dan hampir setengah dari populasi ASEAN, Indonesia merupakan aktor penting dalam MEA yang akan berlangsung ini.

Sayangnya, kalau kita lihat data dari BPS per Oktober 2014 saja, belum-belum MEA dilaksanakan, Indonesia sudah mengalami defisit dagang dengan Thailand yang mencapai 3,36 miliar dolar AS. Tentu ini bukan angka yang kecil. Belum lagi jika kita melihat peringkat Indonesia menurut Global Competitiveness Index yang masih berada pada posisi ke-38 dari 148 negara, tertinggal jauh dari Singapura yang menempati posisi ke 2, Malaysia di posisi ke 24, dan Thailand di posisi 37. Lalu, apa yang harus dioptimalkan selama satu tahun ini agar kita bisa memetik untung dari MEA yang akan berlangsung ini.

Dua Strategi

Paling tidak ada dua strategi yang harus segera dilakukan jika negeri ini mau memetik keuntungan dengan adanya MEA. Pertama, strategi kedalam. Strategi kedalam merupakan upaya-upaya yang dilakukan di dalam negeri guna menghadapi MEA, seperti penggunaan produk dalam negeri, perbaikan infrastruktur dan perbaikan sistem logistik nasional, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan membangun industri yang berbasis nilai tambah.
Sebagaimana kita ketahui, kurangnya dukungan infrastruktur, buruknya sistem transportasi/logistik, lemahnya perangkat hukum, serta terbatasnya jumlah sumber daya manusia yang kompeten merupakan hambatan utama yang dihadapi bangsa ini. Sudah lumrah kita dengar bahwa masalah infrastruktur yang buruk seringkali menyebabkan tingginya biaya produksi dan ini menyebabkan, sebagai contoh, buah lokal hasil petani-petani kita seringkali lebih mahal daripada buah impor dari Tiongkok yang menyebabkan buah lokal tidak bisa bersaing di dalam negeri sendiri.

Strategi kedua adalah strategi keluar. Strategi ini meliputi penerapan standard mutu untuk produk atau jasa yang akan masuk ke pasar Indonesia, perbaikan sistem pengelolaan ekspor impor serta memperketat pengawasan ekspor impor, selain itu yang penting juga adalah memperluas akses pasar di luar negeri. Dalam hal penerapan standard mutu, kita sebenarnya sudah memiliki UU Perdagangan yang salah satunya mengatur bahwa produk yang masuk ke Indonesia harus berbahasa Indonesia dan memenuhi standard yang telah ditetapkan di Indonesia. Akan tetapi, dalam beberapa kasus kita masih sering menemukan produk-produk makanan dan obat-obatan yang belum ada label yang berbahasa Indonesia sudah bisa masuk ke pasar-pasar dalam negeri, terutama di wilayah-wilayah yang berdekatan dengan negara tetangga.

Selain itu, hal yang tak kalah pentingnnya untuk segera dilakukan adalah perluasan akses pasar di luar negeri (ASEAN). Hal ini penting dilakukan, karena ekspor Indonesia ke pasar ASEAN pada periode Januari-Agustus 2013 misalnya, baru mencapai 23 persen dari nilai total ekspor. Hal ini antara lain karena tujuan ekspor kita masih terfokus pada pasar tradisional seperti Amerika Serikat, Tiongkok dan Jepang. Padahal kalau kita perhatikan trend ekonomi dunia saat ini, banyak Negara-negara berpendapatan tinggi dengan perlahan pulih dari defisit dan hutang yang tinggi akibat krisis keuangan global, dan permintaan mereka terhadap barang impor menjadi lebih lemah dibandingkan sebelumnya, dan ini berarti perluasan akses pasar di negara-negara ASEAN menjadi penting.

Sejatinya, perdagangan bebas kawasan memang dapat menjadi peluang sekaligus tantangan. Di satu sisi dapat membuka pasar bagi industri dalam negeri yang semakin meningkat. Namun, di sisi lain apabila Indonesia tidak menyiapkan diri dengan baik dapat menjadi pasar bagi gempuran produk asing yang dapat menghancurkan kemampuan produktif dalam negeri sendiri. Tentu sebagai warga bangsa kita selalu berharap MEA yang akan dimulai Desember 2015 nanti dapat membawa kebaikan bagi seluruh warga bangsa. Semoga!

Komunitas Entrepreneur Indonesia menghadapi era MEA 2015

Satu Visi, Satu Identitas, Satu Komunitas menjadi visi dan komitmen bersama yang hendak diwujudkan oleh ASEAN pada tahun 2020. Tetapi mungkinkah cita-cita tersebut dapat dicapai oleh negara-negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailan, Brunai Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos dan Myanmar) dalam waktu kurang dari satu dasawarsa lagi. Berdasarkan catatan dan laporan dari berbagai sumber menunjukkan bahwa cita-cita bersama yang terintegrasi dalam suatu komunitas yang disebut Masyarakat Asean (Asean Community) ini masih harus menghadapi berbagai tantangan dan rintangan yang terdapat pada masing-masing negara anggota.
 
Adanya pasar bebas tersebut membuka kesempatan dan persaingan pada pasar barang dan jasa, pasar investasi, pasar modal dan pasar tenagakerja. Dalam hai ini Indonesia merupakan salah satu negara populasinya terbesar di kawasan ASEAN, yang mana masyarakatnya Heterogen dengan berbagai jenis suku, bahasa dan adat istiadat dan dilimpahi banyak sumber daya alam yang terhampar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia mempunyai kekuatan ekonomi yang cukup bagus, pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia setelah India. Ini akan menjadi modal yang penting untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia menuju ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2015.
 
Tantangan utama dalam bisnis di era ASEAN Economic Community 2015 adalah meningkatkan kemampuan SDM mengenai daya saing dan keunggulan kompetitif di semua sektor industri dan jasa pada tingkat persaingan global. Organisasi pun dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang memuaskan (customer satisfaction) serta nilai pelayanan itu sendiri (customer value). Diperlukannya pengembangan SDM berbasis kompetensi ini dilakukan agar dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi berdasarkan standar kinerja yang ditetapkan.
 
Ibarat pisau bermata dua manfaat dari implementasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) itu bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia tentu tergantung pada cara menyikapi era pasar bebas tersebut.