. Lembaga Sertifikasi Profesi: 11/21/14

Jumat, 21 November 2014

Sertifikasi Profesi (Kenapa Mahal?)

"BNSP sangat miris dan prihatin karena dari begitu banyak pekerja di Tanah Air, hingga saat ini baru 3 juta orang yang memiliki sertifikat  kompetensi. Kami menduga, mahalnya biaya sulitnya membuat sertifikat sebagai penyebab utamanya," kata Kepala BNSP, Adjat Daradjat dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis.

Menurut pria yang sudah 34 tahun berkecimpung di bidang ketenagakerjaan, seharusnya pembuatan sertifikat kompetensi jangan mempersulit pekerja.

"Kalau biayanya mahal, sulit membuatnya, pasti sedikit pekerja yang berminat membuat sertifikat kompetensi. Padahal, sertifikat kompetensi sangat dibutuhkan oleh pekerja. Apalagi menjelang diberlakukannya ASEAN Free Trade Zona," katanya.

Bila pekerja asal Indonesia tak memiliki sertifikat kompetensi, mereka akan tergerus oleh jaman. Lebih dari itu, upah kerja mereka jauh di bawah standar.

Untuk itu Ajat menyarankan, semestinya setiap perusahaan bisa melakukan sertifikasi kompetensi terhadap karyawannya. Kalau pembuatan sertifikasi kompetensi harus dilakukan oleh lembaga tertentu, maka jumlah pekerja yang memperoleh sertifikat kompetensi tetap sedikit.

"Alangkah baiknya, jika perusahaan melakukan ujian sertifikasi kompetensi di perusahannya berdasarkan standar yang sudah ditetapkan pemerintah. Sehingga akan semakin banyak pekerja yang memiliki sertifikat kompetensi," ujarnya.

Sertifikasi Profesi (Implementasi Sertifikasi Kompetensi)


Sertifikasi kompetensi kerja adalah hak tenaga kerja yang telah menyelesaikan program pelatihan kerja. Sertifikasi kompetensi kerja juga dapat diikuti oleh tenaga kerja yang berpengalaman. Untuk mengikuti sertifikasi kompetensi, peserta harus memenuhi persyaratan tertentu. Diantaranya memiliki pendidikan, pelatihan dan atau pengalaman serta kompetensi yang sesuai dengan bidangnya. Persyaratan dan prosedur pelaksanaan sertifikasi kompetensi mengikuti Pedoman BNSP No. 301 tentang Sertifikasi Kompetensi.

Sertifikasi kompetensi pada bidang dan jenis profesi tertentu, dapat dilaksanakan dengan kemasan kualifikasi, kemasan okupasi atau kemasan klaster kompetensi. Sertifikasi kompetensi dengan kemasan kualifikasi, mengacu pada standar kompetensi pada jenjang kualifikasi tertentu berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Sertifikasi kompetensi dengan kemasan okupasi, mengacu pada uraian jabatan (job description) tertentu. Sedangkan sertifikasi kompetensi dengan kemasan klaster kompetensi, mengacu pada standar kompetensi untuk klaster kompetensi tertentu yang memungkinkan seseorang untuk bekerja (employable), sesuai dengan kebutuhan pasar kerja setempat.

Sertifikasi kompetensi kerja dilaksanakan di Tempat Uji Kompetensi (TUK) yang telah diverifikasi oleh LSP. Pengujian/assessment kompetensi dilakukan oleh assessor yang telah memiliki sertifikat kompetensi assessor kompetensi dari BNSP. Namun demikian, tanggung jawab pelaksanaan sertifikasi kompetensi, termasuk penerbitan sertifikatnya, tetap berada pada LSP. Sertifikat kompetensi untuk kemasan kualifikasi disebut sertifikat kualifikasi kompetensi, sedang sertifikat kompetensi untuk kemasan klaster kompetensi disebut sertifikat klaster kompetensi. Sertifikat klaster kompetensi dapat menjadi cicilan untuk mengakses sertifikat kualifikasi kompetensi.

Sertifikasi kompetensi dilakukan melalui uji kompetensi/assessmen kompetensi. Proses uji kompetensi sampai dengan penerbitan sertifikat kompetensi, dilakukan secara transparan, obyektif dan kredibel. Proses sertifikasi tersebut meliputi langkah-langkah sebaga berikut :

1. Pemberian informasi secara lengkap dan jelas tentang berbagai kemasan dan isi program sertifikasi yang dapat diakses oleh calon peserta;

2. Pengajuan permohonan/pendaftaran untuk mengikuti program sertifikasi tertentu, dengan dilengkapi dokumen-dokumen pendukung;

3. Pra assessment untuk mengetahui kelayakan calon peserta sertifikasi kompetensi;

4. Pelaksanaan uji kompetensi/assesment bagi calon yang memenuhi kelayakan;

5. Rekomendasi hasil uji kompetensi/assessment kompetensi;

6. Keputusan kompeten atau belum kompeten serta pemberitahuan hasilnya kepada peserta. Kompeten yang dinyatakan belum kompeten dapat naik banding, bila hal itu dinilai tidak obyektif.

7. Pencatatan dan penerbitan sertifikat kompetensi bagi peserta yang dinyatakan kompeten.