JAKARTA, kabarbisnis.com: Pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) menjadi salah satu yang akan terkena dampak pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Economic Community/AEC) tahun 2015.
Penerapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) ditargetkan mampu memberi manfaat langsung terhadap peningkatan daya saing sumber daya manusia pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang berorientasi ekspor.
Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan UKM, Prakoso Budi Susetio mengatakan, sasaran penting dari pasca penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) adalah untuk menjaring sebanyak mungkin pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).
Khususnya untuk melaksanakan perdagangan bagi yang telah mempunyai sertifikasi kompetensi. Sertifikat itu diberikan kepada pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) melalui pendidikan dan pelatihan di bidang ekspor, katanya seperti dikutip dari Bisnis.com, Kamis (15/8/2013).
Sebelumnya SKKNI dikenal dengan SKKNI Sektor Perdagangan Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah untuk jabatan kerja pelaku ekspor pada UKM. Berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.315/MEN/XII/2011 diganti menjadi SKKNI.
Secara rutin Kementerian Koperasi dan UKM melalui Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia melaksanakan pendidikan dan latihan untuk memberi peluang kepada UKM mendapatkan SKKNI tersebut.
Hal tersebut dilaksanakan, kata Prakoso, salah satu di antaranya untuk menghadapi diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada 2015. Pemberlakuan MEA merupakaan tantangan bagi pelaku UKM di bidang ekspor.
Salah satu solusi yang dinilai bisa mengantisipasi MEA 2015 dengan melakukan reposisi kedudukan UKM. Caranya, menumbuhkankan kekuatan kondisi internal serta menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi UKM yang telah terbukti menjadi katup pengaman perekonomian nasional.
Dalam konteks ini yang harus berperan meliputi unsur pemerintah, khususnya untuk membuka peluang usaha yang lebih besar. Dengan demikian UKM pelaku ekspor bisa lebih berdaya saing dengan kompetitor dari negara lain.
Pemangku kepentingan lain yang harus terlibat adalah akademisi, pemerintah daerah. Keterlibatan ini hanya pada satu arah, yakni pengembangan kapasitas untuk lebih berdaya saing memasuk MEA 2015 yang tersisa sekitar 16 bulan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa peningkatan daya saing UKM khususnya di bidang ekspor hanya bisa dicapai melalui peningkatan kualitas atau kompetensi sumber daya manusia (SDM), tegas Prakoso Budi Susetio.
Penerapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) ditargetkan mampu memberi manfaat langsung terhadap peningkatan daya saing sumber daya manusia pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang berorientasi ekspor.
Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan UKM, Prakoso Budi Susetio mengatakan, sasaran penting dari pasca penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) adalah untuk menjaring sebanyak mungkin pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).
Khususnya untuk melaksanakan perdagangan bagi yang telah mempunyai sertifikasi kompetensi. Sertifikat itu diberikan kepada pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) melalui pendidikan dan pelatihan di bidang ekspor, katanya seperti dikutip dari Bisnis.com, Kamis (15/8/2013).
Sebelumnya SKKNI dikenal dengan SKKNI Sektor Perdagangan Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah untuk jabatan kerja pelaku ekspor pada UKM. Berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.315/MEN/XII/2011 diganti menjadi SKKNI.
Secara rutin Kementerian Koperasi dan UKM melalui Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia melaksanakan pendidikan dan latihan untuk memberi peluang kepada UKM mendapatkan SKKNI tersebut.
Hal tersebut dilaksanakan, kata Prakoso, salah satu di antaranya untuk menghadapi diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada 2015. Pemberlakuan MEA merupakaan tantangan bagi pelaku UKM di bidang ekspor.
Salah satu solusi yang dinilai bisa mengantisipasi MEA 2015 dengan melakukan reposisi kedudukan UKM. Caranya, menumbuhkankan kekuatan kondisi internal serta menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi UKM yang telah terbukti menjadi katup pengaman perekonomian nasional.
Dalam konteks ini yang harus berperan meliputi unsur pemerintah, khususnya untuk membuka peluang usaha yang lebih besar. Dengan demikian UKM pelaku ekspor bisa lebih berdaya saing dengan kompetitor dari negara lain.
Pemangku kepentingan lain yang harus terlibat adalah akademisi, pemerintah daerah. Keterlibatan ini hanya pada satu arah, yakni pengembangan kapasitas untuk lebih berdaya saing memasuk MEA 2015 yang tersisa sekitar 16 bulan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa peningkatan daya saing UKM khususnya di bidang ekspor hanya bisa dicapai melalui peningkatan kualitas atau kompetensi sumber daya manusia (SDM), tegas Prakoso Budi Susetio.