. Lembaga Sertifikasi Profesi: 01/27/15

Selasa, 27 Januari 2015

Sudah Kantongi Sertifikasi Dosen, Belum Jaminan Terima Tunjangan Profesi

(Kemdikbud) menjamin kelancaran tunjangan profesi bagi dosen yang telah memiliki sertifikasi, baik dosen yang berstatus pegawai negeri, maupun swasta.

“Tunjangan sertifikasi tidak ada masalah. Tidak pernah ada keluhan,” ujar Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Pendidikan Tinggi Kemdikbud, Supriadi Rustad, di kantornya, (22/1/2014).

Proses pendaftaran sertifikasi dosen, ujar Supriadi, tidak sulit. “Jadi seperti daftar haji. Nomor urutnya nasional,” jelasnya.

Supriadi mengakui, masalah yang banyak ditemui dalam sertifikasi dosen biasanya bukan terkait tunjangan, melainkan lolos/tidaknya seorang dosen berdasarkan persyaratan sertifikasi dosen.
“Kuota tahun 2013 itu 15.000 orang. Tetapi yang lolos sertifikasi dosen hanya 9 ribuan,” katanya.

Ia menjelaskan, untuk dosen yang berstatus pegawai negeri, harus memiliki kualifikasi pendidikan S2. Selain itu harus sudah memiliki jabatan fungsional, misalnya sebagai asisten ahli, minimal dua tahun. Dosen PNS yang sedang dalam tugas belajar juga tidak bisa lolos sertifikasi dosen, kecuali telah menyelesaikan tugas belajarnya. Saat ini sekitar 70.000 dosen PNS yang terdaftar belum memiliki jabatan fungsional sehingga tidak bisa disertifikasi.

Sedangkan untuk dosen non-PNS, umumnya terhambat dalam inpassing.
“Inpassing itu misalnya kalo dalam aturan pegawai negeri itu ada golongan IIIa atau IIIb. Kalau dosen di swasta harus ada inpassing atau pengakuan yang setara dengan golongan IIIa atau IIIb. Yang mengeluarkan Kopertisnya,” tutur Supriadi.

Namun ia mengatakan, banyak PTS yang sulit memberikan akses inpassing untuk dosennya karena harus menanggung konsekuensi dengan membayar gaji dosen yang bersangkutan sesuai hasil inpassingnya, yaitu sesuai dengan peraturan kepangkatan pegawai negeri sipil.

“Alotnya di situ. Banyak yang belum inpassing. Artinya belum diakui perguruan tinggi sebagai dosen dengan golongan atau kepangkatan tertentu,” jelas Supriadi.

Untuk tahun 2014 ini, Kemdikbud memiliki nominasi nama dosen sebanyak 26.000 orang untuk disertifikasi. Namun dari jumlah tersebut, Supriadi memperkirakan, hanya sekitar 10.000 dosen yang lolos sertifikasi berdasarkan persyaratan yang harus dipenuhi. (Desliana Maulipaksi)

SKKNI menurut PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA No 31 Tahun 2006

Bagian ke 3 Pasal 7

(1) SKKNI disusun berdasarkan kebutuhan lapangan usaha yang sekurang-kurangnya memuat kompetensi teknis, pengetahuan, dan sikap kerja.
(2) SKKNI dikelompokkan ke dalam jenjang kualifikasi dengan mengacu pada KKNI dan/atau jenjang jabatan.
(3) Pengelompokkan SKKNI ke dalam jenjang kualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan tingkat kesulitan pelaksanaan pekerjaan, sifat pekerjaan, dan tanggung jawab pekerjaan.
(4) Rancangan SKKNI dibakukan melalui forum konvensi antar asosiasi profesi, pakar dan praktisi untuk sektor, sub sektor dan bidang tertentu dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.










Latar Belakang Sertifikasi Dosen

Dosen merupakan salah satu komponen esensial dalam suatu sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Peran, tugas, dan tanggung jawab dosen sangat bermakna dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas manusia Indonesia, meliputi kualitas iman/takwa, akhlak mulia, dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju, adil, makmur, dan beradab.

Untuk menjalankan fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat trategis itu, tentu diperlukan sosok dosen yang profesional dan kompeten dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diamanatkan UU RI Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, bahwa “Dosen dinyatakan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mengajarkan, mengembangkan, dan menyebarluasan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian, dan pengabdian kepada masyarakat” (pasal 1 butir 2).

Pada butir berikutnya dijelaskan, professional dinyatakan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (pasal 1 butir 4). Dalam implementasinya, pelaksanaan Undang-undang dimaksud dilakuakan melalui sertifikasi.

Dengan demikian, sertifikasi dosen sesungguhnya merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas, kreatifitas, dan integritas dosen agar mampu melakukan aktualisasi potensi diri dan tugasnya secara lebih optimal dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran dan kualitas pendidikan secara umum melalui pengembangan tridharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat).

Oleh karenanya, sertifikasi dosen diharapkan mampu menjadi mediasi dalam mewujudkan quality assurance (penjaminan mutu) tenaga pendidik. Jadi, sertifikasi dosen bukan sekedar untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan dosen melalui penerimaan tunjangan profesi, akan tetapi juga mengarah pada terwujudnya penjaminan mutu dosen yang kompeten dan professional. Dosen professional adalah dosen yang mampu mengaktualisasikan nilai-nilai tridharma perguruan tinggi dalam diri dan pelaksanaan tugasnya. Peningkatan mutu dosen secara akademik juga harus mempertimbangkan aspek-apek pengetahuan yang sangat fundamental dan bersifat universal, antara lain: kemampuan matematika, kemampuan dalam science dan teknologi, dan reading comprehension. Ketiga aspek ini merupakan aspek utama dalam kehidupan masyarakat sosial dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

Kualifikasi akademik dosen dan berbagai aspek unjuk kerja sebagaimana ditetapkan dalam SK Menkowasbangpan Nomor 38 Tahun 1999, merupakan salah satu elemen penentu kewenangan dosen mengajar di suatu jenjang pendidikan. Di samping itu, penguasaan kompetensi dosen juga merupakan persyaratan penentu kewenangan mengajar. Kompetensi tenaga pendidik, khususnya dosen, diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkan oleh dosen dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi professional.

Tingkat penguasaan kompetensi dosen menentukan kualitas pelaksanaan Tridharma sebagaimana yang ditunjukkan dalam kegiatan profesional dosen. Dosen yang kompeten untuk melaksanakan tugasnya secara profesional adalah dosen yang memiliki kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial yang diperlukan dalam praktek pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Mahasiswa, teman sejawat dan atasan dapat menilai secara persepsional terhadap tingkat penguasaan kompetensi dosen.

Kualifikasi akademik dan unjuk kerja, tingkat penguaaan kompetensi sebagaimana yang dinilai orang lain dan diri sendiri, dan pernyataan kontribusi dari diri sendiri, secara bersama-sama, akan menentukan profesionalisme dosen. Profesionalisme seorang dosen dan kewenangan mengajarnya dinyatakan melalui pemberian sertifikat pendidik. Sebagai penghargaan atas profesionalisme dosen, pemerintah menyediakan berbagai tunjangan serta maslahat yang terkait dengan profesionalisme seorang dosen.

Prosedur Sertifikasi Dosen








Penjelasan: 

a. Departemen Pendidikan Nasional menetapkan kuota secara nasional Kuota nasional ini kemudian dijabarkan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi menjadi kuota untuk masing-masing perguruan tinggi (PT-Pengusul). Khusus untuk perguruan tinggi swasta distribusinya diserahkan kepada Kopertais.

b. Pada PT-Pengusul kemudian kuota ini diproses menjadi daftar calon peserta sertifikasi dosen melalui pertimbangan fakultas, jurusan maupun program studi. PT-Pengusul dalam menangani proses sertifikasi ini disarankan untuk membentuk Panitia Sertifikasi Dosen (PSD) di tingkat PT-Pengusul.

c. Penetapan daftar calon peserta sertifikasi dosen di PT-Pengusul diurutkan atas daasar: (1) jabatan akademik, (2) pendidikan terakhir, dan (3) daftar urut kepangkatan atau yang sejenisnya.

d. PSD pada PT-Pengusul berkonsultasi dengan fakultas/ jurusan/ prodi untuk menentukan (1) 5 orang mahasisiwa, (2) 3 orang teman sejawat, (3) seorang atasan dosen untuk masing-masing calon peserta sertifikasi dosen yang akan melakukan penilaian persepsional.

e. PSD kemudian memberikan blangko isian kepada (1) mahasiswa, (2) teman sejawat, (3) atasan dosen yang akan menilai, dan (4) dosen yang diusulkan untuk memberikan penilaian persepsional. Selain penilaian persepsional, dosen yang diusulkan melakukan penilaian personal.

f. Hasil semua penilaian diserahkan kembali ke PSD.

g. PSD mengkompilasi hasil penilaian dan melengkapi dengan persyaratan lain seperti penilaian angka kredit, foto, dan lain sebagainya. Hasil pengkompilasian ini menjadi berkas portofolio yang diserahkan oleh PSD di PT-Pengusul kepada perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi dosen (PTP-Serdos).

h. PTP-Serdos menilai portofolio dan hasilnya diserahkan kembali ke PT-Pengusul dan Ditjen Diktis.

i. Berdasarkan hasil ini kemudian Ditjen Dikti menerbitkan nomor registrasi (khusus) bagi yang lulus dan dikirim ke PTP –Serdos untuk pembuatan sertifikat.

j. Bagi yang tidak lulus diserahkan kepada PT-Pengusul untuk pembinan dan pengusulan kembali.





Penyusunan Portofolio

a. Portofolio dan Ukuran Profesionalisme

1) Pengertian

Portofolio sebagaimana dimaksud dalam naskah ini adalah kumpulan dokumen yang menggambarkan prestasi seseorang. Portofolio dosen adalah kumpulan dokumen yang menggambarkan pengalaman berkarya/ prestasi dalam menjalankan tugas profesi sebagai dosen dalam interval waktu tertentu. Sertifikasi dosen dilakukan melalui penilaian portofolio.

Komponen portofolio dirancang untuk dapat menggali bukti-bukti yang terkait dengan:

a) Kepemilikan kualifikasi akademik dan unjuk kerja Tridharma (sebagaimana diatur dalam SK Menkowasbangpan nomor 38 tahun 1999),

b) Kepemilikan kompetensi, yang diukur secara persepsional oleh diri sendiri, mahasiswa, teman sejawat dan atasan,

c) Pernyataan diri dosen tentang kontribusi yang diberikan dalam pelaksanaan dan pengembangan Tridharma.


2) Penilaian dan Bukti-bukti Portofolio

Penilaian portofolio merupakan penilaian terhadap kumpulan dokumen maupun data yang berupa SK Kenaikan Jabatan terakhir, instrumen persepsional dan personal/deskripsi diri yan telah diisi oleh diri sendiri, mahasiswa, teman sejawat dosen, dan atasan. Khusus untuk instrumen deskripsi diri, penilaian dilakukan oleh aksesor.

Bukti-bukti yang disediakan dosen peserta sertifikasi dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian:

a) Bagian pertama, (untuk Penilaian Empirikal), adlah bukti yang terkait dengan kualifikasi akademik dan angka kredit dosen, untuk kenaikan jabatan akademik sebagaimana tersebut dalam SK Menkowabangpan Nomor 38 Tahun 1999. Bukti berupa SK tentang kenaikan jabatan terakhir, yang dilengkapi dengan rincian perolehan angka kredit dalam jabatan dan SK kepangkatan terakhir. SK kepangkatan untuk dosen tiap yayasan diperoleh setelah yang bersangkutan memperoleh SK Inpassing.

b) Bagian kedua, (untuk Penilaian Persepsional), adalah bukti yang terkait dengan penilaian persepsional oleh diri sendiri, mahasiswa, teman sejawat atau atasan terhadap empat kompetensi dosen, yaitu kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian. Bukti berupa lembar-lembar penilaian yan telah diisi oleh diri sendiri, mahasiswa, teman sejawat, dan atasan.

c) Bagian ketiga, (untuk Penilaian Personal), adalah pernyataan dari dosen yang bersangkutan tentang prestasi dan kontribusi yang telah diberikannya dalam pelaksanaan dan pengembangan Tridharma Perguruan Tinggi. Instrumen ini akan dinilai oleh aksesor.

b. Ciri-ciri Penilaian Portofolio

Ciri-ciri yang digunakan dalam penilaian portofolio dosen (Samani dkk, 2009:3) adalah sebagai berikut:

a) Menggunakan hasil Penilaian Angka Kredit dosen sebagai ukuran kualifikasi akademik dan unjuk kerja.

b) Menggunakan penilaian persepsional oleh mahasiswa, teman sejawat, atasan dan diri sendiri tentang kepemilikan kompetensi dosen untuk melaksanakan tugas profesionalnya.

c) Menggunakan penilaian personal oleh diri sendiri tentang kontribusi yang telah diberikannya dalam pelaksanaan dan pengembangan Tridharma Perguruan Tinggi.

d) Menggunakan tingkat kesesuaian penilaian persepsional dan personal untuk mendapatkan nilai akhir profesionalisme.

Untuk itu ciri-ciri portofolio seharusnya didasarkan pada unsur-unsur berikut:

a) Rasional

Ciri-ciri tersebut didasarkan atas rasional sebagai berikut:

1) Penilaian anka kredit sebagaimana diatur dalam SK Menkowabangpan Nomor 38 Tahun 1999 tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Nilai Angka Kreditnya merupakan cara yang cukup baik untuk mengukur kualifikasi akademik dan unjuk kerja dosen. Namun cara itu belum jelas mengukur tingkat kepemilikan kompetensi dosen. Maka dalam sertifikasi dosen 2008 dikembangkan instrumen untuk menilai tingkat kepemilikan kompetensi dosen. Penilaian dilakukan secara persepsional oleh mahasiswa, teman sejawat, atasan dan diri sendiri.

2) Mahasiswa diminta menilai kompetensi dosen yang mengajarnya, karena mahasiswa dianggap sebagai pihak yang langsung merasakan sejauh mana dosen memiliki kompetensi yang diperlukan untuk mengajar dengan baik.

3) Teman sejawat juga diminta menilai, karena kompetensi dosen dapat dirasakan dalam rapat-rapat resmi program studi atau jurusan, atau dalam perbincangan sehari-hari.

4) Atasan juga diminta menilai, karena diyakini mereka dapat merasakan sejauh mana dosen memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugasnya.

5) Sedangkan diri sendiri diminta menilai, karena diri sendirlah yang seharusnya paling tahu tentang kepemilikan kompetensi.

6) Selain secara persepsional dosen menilai kompetensinya seperti tersebut di atas, ia juga harus menilai kontribusi yang telah diberikannya dalam pelaksanaan dan pengembangan Tridharma Perguruan Tinggi. Secara personal/pribadi ia diminta mendeskripsikannya dalam instrumen deskripsi diri. Diharapkan ia jujur dalam menyampaikannya, karena penyampaian pernyataan ini adalah dalam rangka mendiskripsikan, bukan memamerkan jasa atau kemampuannya.

b) Prasayarat

Hasil penilaian profesionalisme dosen akan valid hanya bila penilaian seluruh komponen dilakukan dengan jujur. Jadi kejujuran dosen, mahasiswa, teman sejawat dan atasan dalam menilai merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan sistem penilaian ini. Kejujuran ini pula yang hendak dibangun dengan sistem penilaian ini, karena diyakini bahwa kejujuran merupakan bagian tak terpisahkan dari profesionalisme.

c) Kiat

Sebagai upaya untuk mendorong para penilai tidak segan sehingga bisa didapat tingkat kejujuran optimal, dilakukan hal-hal berikut:

1) Persepsional

(a) Penunjukan penilai kompetensi persepsional, baik mahasiswa, teman sejawat dosen maupun atasannya, dilakukan oleh pimpinan fakultas, bukan oleh dosen-dosen peserta sertifikasi dosen. Dosen yang dinilai diupayakan tidak mengetahui siapa yang menilainya.

(b) Pengisian instrumen penilaian oleh mahasiswa diharapkan dilakukan ketika mahasiswa penilai selesai mengikuti sesi perkuliahan dalam matakuliah yang diberikan oleh dosen yang dinilai, setelah beberapa kali masuk kuliah, agar kemampuan dosen dapat dirasakan dan dinilai siswa.

(c) Penilaian oleh diri sendiri, teman sejawat dan atasan dilakukan sendiri-sendiri tetapi dalam yang ditentukan oleh pengelola fakultas; dengan demikian penilaian dilakukan dalam suasana tanpa tekanan, sehingga penilaian diharapkan dapat diberiakan dengan lebih realistik.

2) Deskripsi diri

Pernyataan deskripsi diri ditandatangani oleh dosen yang bersangkutan, sebagai bentuk pertanggungjawaban bahwa apa yang ditulis adalah dibuat olehnya sendiri, dan bahwa ia bersedia mempertanggungjawabkan kebenaran isinya.

c. Tata Cara Penyusunan Portofolio

Portofolio dosen disusun berdasarkan intrumen (1) penilaian persepsional yang meliputi penilaian dari mahasiswa, teman sejawat, atasan langsung dan dosen yang diusulkan; (2) penilaian deskripsi diri dosen yang disusulkan atau disebut juga penilaian personal; dan (3) penilaian angka kredit (PAK). Semua instrumen ini dapat dilihat pada Lampiran naskah Buku ini.

d. Kelulusan

Sedangkan kelulusan sertifikasi didasarkan pada:

(a) Rerata skor komponen dan total intrumen penilaian persepsional yang meliputi penilaian dari: mahasiswa, teman sejawat, atasan langsung, dan dosen yang diusulkan.

(b) Rerata skor sub-bagian dan bagian dari instrumen penilaian deskripsi diri dosen yang diusulkan atau disebut juga penilaian personal.

(c) Penilaian konsistensi antara instrumen penilaian persepsional dan personal.

(d) Gabungan antara PAK dan nilai persepsional.

5. Penjaminan Mutu

Penjaminan mutu di perguruan tinggi dalam kaitannya dengan sertifikasi dosen dapat dipisahkan menjadi dua bagian yaitu (1) penjamin mutu proses sertifikasi untuk memenuhi UU No 14/2005 (aspek legal) dan (2) penjaminan mutu dalam menghadapi tantangan perkembangan IPTEK (aspek real).

a. Penjaminan Mutu Proses Sertifikasi

Penjaminan mutu terhadap proses sertifikasi dosen oleh Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Dosen (PTP-Serdos) dilakukan secara internal oleh masing-masing PTP-Serdos dan secara eksternal oleh Direktorat Jendral Pendidikan Nasional. Penjaminan mutu dijalankan dengan melakukan monitoring dan evaluasi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi:

1) Sejauh mana kesesuaian pelaksanaan proses sertifikasi dosen dengan ketentuan yang telah dietapkan.

2) Kendala dan masalah yang dihadapi dalam menghadapi pelaksanaan proses Sertifikasi Dosen.

3) Sejauh mana PTP-Serdos mengantisipasi penyelenggaraan program-program untuk penjaminan mutu pasca sertifikasi.

a) Monitoring dan Evaluasi Internal

Monitoring dan evaluasi internal terhadap proses Sertifikasi Dosen dilakukan oleh pimpinan perguruan tinggi atau tim monitoring dan evaluasi perguruan tinggi yang ditugaskan oleh pemimpin PTP-Serdos. Monitoring dan evaluasi internal dilakukan dengan tujuan untuk melihat efektifitas dan tata tertib adminstrasi pelaksanaan Sertifikasi Dosen oelh unit yang telah ditunjuk oleh pimpinan perguruan tinggi.

b) Monitoring dan Evaluasi Eksternal

Monitoring dan Evaluasi bertujuan menilai apakah program sertifikasi dijalankan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan dalam pedoman penyelenggaraan sertifikasi dosen. Kegiatan monitoring dan evaluasi juga bertujuan mencegah sertifikasi menjadi formalitas untuk dapat menikmati permasalahan yang dijanjikan oleh program itu. Selain itu monitoring dan evaluasi juga bertugas mengawal penyelenggaraan dan tidak lanjut program di perguruan tinggi, sehingga dapat mencapai tujuannya, yaitu meningkatkan profesionalisme dosen.

c) Pembiaan

Pembinaan terhadap penyelenggara sertifikasi dijalankan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dengan cara memberikan konsultasi kepada unit penyelenggara sertifikasi yang memerlukan perbaikan-perbaikan. Selain itu Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi juga dapat menugaskan perguruan tinggi lain untuk memberikan pembinaan. Hasil pembinaan akan dievaluasi oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

d) Unit Penjaminan Mutu

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi menjalankan monitoring dan evaluasi melalui Unit Penjaminan Mutu yang bersifat ad hoc. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi terhadap PTP-Serdos Unit Penjaminan Mutu memberikan rekomendasi kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi tentang status PTP-Serdos. Rekomendasi dapat berbentuk penugasan kembali untuk terus beroperasi, perlu pembinaan atau dicabut penugasnnya.

Selain unit Penjaminan Mutu yang ada di Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Juga ada unit Penjaminan Mutu internal di perguruan tinggi. Unit ini melakukan monitoring dan evaluasi terhadap lembaga sertifikasi di perguruan tinggi yang bersangkutan. Kinerja Penjaminan Mutu internal ini juga dimonitor dan dievaluasi oleh unit Penjaminan Mutu Dikti.

b. Penjaminan mutu meghadapi tantangan perkembangan IPTEK

Sertifikasi dosen dimaksudkan untuk mendapatkan kewenangan mengajar di perguruan tinggi sesuai dengan Undang-undang no. 14 Tahun 2005. Namun tantangan yang nyata adalah tantangan perkembangan IPTEKS dalam kehidupan yang sebenarnya. Dosen di Perguruan Tinggi harus selalu dapat meningkatkan kualitas dirinya menghadapi tantangan tersebut.

Program penjaminan mutu pasca sertifikasi dosen harus selalu dilakukan baik oleh perguruan tinggi secara melembaga maupun oleh dosen sendiri dalam menghadapi perkembangan IPTEK. Program ini dapat berupa (1) pembinaan berkelanjutan oleh perguruan tinggi sendiri maupun instansi lain, (2) studi mandiri yang dilakukan oleh dosen baik secara individual maupun berkelompok, dan (3) penerapan konsep long life education (belajar seumur hidup) dimana belajar merupakan bagian dari kehidupannya.

Ketiga jalur penjaminan mutu ini dapat dilaksanakan secara simultan oleh dosen perguruan tinggi untuk menghadapi tantangan perkembangan IPTEKS. Dosen atau kelompok dosen yang dapat lulus dari tantangan ini diharapkan akan menjadi dosen profesional.

Dengan adanya sertifikasi dosen, diharapkan:

1. Kualitas pendidikan dan pendidik di perguruan tinggi menjadi lebih baik lagi. 

2. Meningkatkan kinerja dan profesionalisme dosen dalam menjalankan tugas-tugas akademiknya.

3. Para dosen diharapkan meningkatkan kreatifitas dan mampu mengaktualisasikan potensi diri secara maksimal sebagaimana tercermin dalam misi Tridharma Perguruan Tinggi (pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat.




Daftar Rujukan

Samani, Muchlas, dkk. 2009. Pedoman Sertifikasi Dosen, Naskah Akademik dan Penyusunan Portofolio (Buku-I). Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Departemen Agama RI.

Samani, Muchlas, dkk. 2008. Manajemen Pelaksanaan Sertifikasi Dosen dan Pengolahan Data (Buku-III). Jakarta: Direktorat Jendral Perguruan Tinggi, Departemen Pendidikan RI.

Persyaratan Mengajukan Sertifikasi Dosen


  1. Dosen Tetap : Dosen PNS Dpk pada PTS atau Dosen Tetap Yayasan (bukan PNS Departemen baik Depdiknas maupun Non Depdiknas); 
  2. Memiliki Nomor Induk Regitrasi Dosen Nasional (NIDN); 
  3. Dosen yang telah memiliki masa kerja sekurang-kurangnya 2 tahun di PTS dimana ia bekerja sebagai Dosen PNS DPK /Dosen Tetap Yayasan; 
  4. Memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya Lektor; 
  5. Memilki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya lulus S2, dibuktikan dengan Ijazah yang sudah dilegalisir oleh pihak yang berwenang (asli/cap basah); 
  6. Melaksanakan Tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit 12 SKS pada setiap semester di PTS dimana ia bekerja sebagai Dosen PNS DPK /Dosen Tetap Yayasan; 
  7. Dosen yang belum memiliki kualifikasi akademik magister (S2)/ setara dapat mengikuti sertifikasi apabila: 
  • Mencapai usia 60 tahun dan mempunyai pengalaman masa kerja 30 tahun sebagai dosen, atau mempunyai jabatan akademik Lektor Kepala dengan golongan IV/c (Dosen PNS Dpk). 
  • Memiliki kriteria butir 1 dan 5 diatas 
  1. PTS pengusul serdos harus memperhatikan rasio dosen:mahasiswa untuk bidang IPA 1:20 (toleransi s/d 1:30) dan bidang IPS 1:30 (toleransi s/d 1:45).
Catatan:
  • Dosen yang diusulkan tidak sedang melaksanakan Tugas Belajar; 
  • Batas usia tidak melebihi 64 tahun; 
  • Tidak sedang diusulkan untuk mendapatkan jabatan akademik Guru Besar (Profesor); 
  • Tidak sedang menjalani hukuman administrasi tingkat sedang atau berat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; 
  • Prosedur pemilihan peserta Sertifikasi Dosen dapat dibaca pada Buku Panduan Sertifikasi Dosen I, II, dan III yang dapat diunduh di www.dikti.go.id.

INSTRUMEN SERTIFIKASI DOSEN

  1. Memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S2/setara dari Program Studi Pasca Sarjana yang terakreditasi. 
  2. Dosen tetap di perguruan tinggi negeri atau dosen DPK di perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat atau dosen tetap yayasan di perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang telah mendapatkan inpassing dari pejabat berwenang yang diberi kuasa oleh Mendiknas (pasal 4 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2008). 
  3. Telah memiliki masa kerja sekurang-kurangnya dua tahun di perguruan tinggi di mana ia bekerja sebagai dosen tetap. 
  4. Memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya Asisten Ahli. 
  5. Melaksanakan Tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) sks pada setiap semester di perguruan tinggi di mana ia bekerja sebagai dosen tetap. Tugas tambahan dosen sebagai unsur pimpinan di lingkungan perguruan tinggi diperhitungkan sks-nya sesuai aturan yang berlaku. 
  6. Dosen yang belum memiliki kualifikasi akademik magister (S2)/setara dapat mengikuti sertifikasi apabila telah mencapai usia 60 tahun dan mempunyai pengalaman kerja 30 tahun sebagai dosen, atau mempunyai jabatan akademik lektor kepala dengan golongan IV/c, dan (b) memiliki kriteria sesuai butir 2 sd 5 di atas.