PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2012
TENTANG
SISTEM STANDARDISASI KOMPETENSI KERJA NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2012
TENTANG
SISTEM STANDARDISASI KOMPETENSI KERJA NASIONAL
PENERAPAN SKKNI
Pasal 9
- SKKNI yang telah ditetapkan oleh Menteri, penerapannya dilakukan oleh Instansi Teknis yang mengusulkan.
- SKKNI diberlakukan secara wajib oleh Instansi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila berkaitan dengan keamanan, keselamatan, kesehatan dan/atau mempunyai potensi perselisihan dalam perjanjian perdagangan dan jasa.
- Pemberlakukan SKKNI secara wajib dapat dilakukan di bidang profesi atau pekerjaan yang memiliki posisi strategis dalam meningkatkan daya saing nasional
Pasal 10
SKKNI diterapkan di bidang:
a. pelatihan kerja; dan
b. sertifikasi kompetensi.
a. pelatihan kerja; dan
b. sertifikasi kompetensi.
- Penerapan SKKNI di bidang pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 huruf a, dilakukan dalam rangka pengembangan program pelatihan dan akreditasi lembaga pelatihan kerja.
- Penerapan SKKNI dalam rangka pengembangan program pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai acuan untuk:
- a. pengembangan kurikulum, silabus dan modul; dan
- b. evaluasi hasil pelatihan.
- Penerapan SKKNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disusun dalam kemasan kualifikasi nasional, okupasi atau jabatan nasional, klaster kompetensi dan/atau unit kompetensi.
- Penyusunan kemasan kualifikasi nasional, okupasi atau jabatan nasional, klaster kompetensi dan/atau unit kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mampu telusur dengan skema sertifikasi.
Pedoman penerapan SKKNI dalam kaitannya dengan pengembangan program pelatihan kerja, disusun oleh Instansi Teknis.
Pasal 13
- Penerapan SKKNI dalam rangka akreditasi lembaga pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), sebagai persyaratan penetapan lingkup program pelatihan berbasis kompetensi.
- Penerapan SKKNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh LALPK.
Pasal 14
Pedoman penerapan SKKNI dalam kaitannya dengan akreditasi lembaga pelatihan kerja, disusun oleh LALPK.
Pasal 15
Penerapan SKKNI di bidang sertifikasi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, dilakukan dalam rangka pengembangan skema sertifikasi kompetensi dan lisensi lembaga sertifikasi profesi.
Pasal 16
(1) Dalam rangka pengembangan skema sertifikasi kompetensi sebagaimanadimaksud dalam Pasal 15, SKKNI diterapkan untuk:
a. asesmen kompetensi;
b. surveilans pemegang sertifikat kompetensi.7
(2) Penerapan SKKNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disusun dalam kemasan kualifikasi nasional, okupasi atau jabatan nasional, klaster kompetensi dan/atau unit kompetensi.
(3) Penyusunan kemasan kualifikasi nasional, okupasi atau jabatan nasional, klaster kompetensi dan/atau unit kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mampu telusur dengan skema sertifikasi.
a. asesmen kompetensi;
b. surveilans pemegang sertifikat kompetensi.7
(2) Penerapan SKKNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disusun dalam kemasan kualifikasi nasional, okupasi atau jabatan nasional, klaster kompetensi dan/atau unit kompetensi.
(3) Penyusunan kemasan kualifikasi nasional, okupasi atau jabatan nasional, klaster kompetensi dan/atau unit kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mampu telusur dengan skema sertifikasi.
Pasal 17
- Penerapan SKKNI dalam rangka lisensi lembaga sertifikasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, sebagai persyaratan penetapan lingkup program sertifikasi kompetensi.
- Penerapan SKKNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh BNSP.
Pasal 18
Pedoman penerapan SKKNI dalam kaitannya dengan sertifikasi kompetensi, disusun oleh BNSP.
Pasal 19
SKKNI dapat digunakan oleh perusahaan atau organisasi untuk acuan evaluasi dan asesmen kompetensi tenaga kerja, baik dalam kaitannya dengan rekrutmen, pengembangan karier maupun remuneras