. Lembaga Sertifikasi Profesi: 01/14/15

Rabu, 14 Januari 2015

MEA 2015, Siapkah UMKM Indonesia?

Indonesia kini tengah berpacu dengan waktu dalam menyambut pelaksanaan pasar bebas Asia Tenggara atau biasa disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Tak dapat dimungkiri, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memegang peranan penting dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Dengan begitu, tak aneh jika pemerintah di hampir semua negara berkembang berbondong-bondong memberikan berbagai macam program untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan UMKM, yakni dengan memberikan skema kredit bersubsidi.

Walaupun sudah cukup banyak program dan kebijakan pemerintah untuk mendukung perkembangan UMKM, secara umum kinerja dari UMKM di Tanah Air masih jauh dari harapan. Bahkan, hasil dari penelitian APEC menunjukkan bahwa daya saing UMKM Indonesia paling rendah dibandingkan UMKM di sejumlah ekonomi APEC lainnya yang diteliti.

Hal ini menimbulkan keraguan mengenai kemampuan UMKM Indonesia, khususnya pada usaha mikro yang mendominasi jumlah UMKM di Tanah Air. Di samping itu, muncul juga berbagai perdebatan antara kalangan akademis dan pembuat kebijakan apakah UMKM di Indonesia mampu bersaing di pasar ekspor atau paling tidak mampu bertahan di pasar dalam negeri.

Hingga saat ini, UMKM di Indonesia belum kuat dalam hal ekspor, meskipun nilai ekspor UMKM mengalami peningkatan tiap tahunnya. Karena itu UMKM Indonesia diharapkan tidak hanya berperan sebagai sumber peningkatan kesempatan kerja saja, tetapi juga dapat mendorong perkembangan dan pertumbuhan ekspor Indonesia, khususnya di sektor industri manufaktur.

Banyak hal yang perlu dilakukan pemerintah, antara lain dengan melakukan pembangunan infrastruktur baik fisik maupun non fisik di mana pembangunan infrastruktur di daerah harus menjadi prioritas utama dalam APBD untuk melancarkan dan mengefisienkan keterkaitan bisnis antara UMKM di suatu daerah dengan pusat-pusat kegiatan ekonomi di kota-kota besar.

Selain itu pemerintah harus memberdayakan kembali sentrasentra UMKM dengan menggantikan mesin-mesin dan alat-alat pengujian/laboratorium yang sudah usang dengan yang baru.

Hingga penekanan kebijakan atau program- program dari pemerintah untuk membantu perkembangan UMKM dengan meningkatkan pendidikan pekerja, melakukan pengembangan teknologi serta meningkatkan kemampuan dalam hal berinovasi.

Strategi Menghadapi MEA bagi Indonesia

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah salah satu unit pembina teknis di bidang standarisasi kompetensi, program pelatihan ketenagakerjaan, kewirausahaan, dan ketransmigrasian. Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut secara kredibel dan akuntabel, seksi standarisasi pada bidang pelatihan dan produktivitas perlu memiliki Rencana Strategis.

Rencana Strategis merupakan acuan dalam mengembangkan dan melaksanakan kegiatan Standarisasi Kompetensi dan Program-Program Pelatihan. Dengan adanya Rencana Strategis, penyusunan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan seksi akan dapat dilakukan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai visi dan melaksanakan misi bidang pelatihan dan produktivitas.

Diharapkan Rencana Strategis seksi Standarisasi ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi bidang pelatihan, tetapi juga bagi pemangku kepentingan lain yang terkait baik pemerintah maupun swasta, terutama bagi lembaga pelatihan kerja dan lembaga profesi

SKKNI bagi UKM untuk menghadapi MEA 2015

JAKARTA – Eksportir, produsen, pendamping, dan konsultan ekspor dituntut memiliki standar kompetensi kerja nasional agar bisa bersaing saat pemberlakuan pasar tunggal ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

“Kita harus memiliki sumber daya manusia yang profesional dan siap bersaing di bidang ekspor. Kita memerlukan orang-orang yang kompeten saat MEA,” kata Asisten Deputi Urusan Advokasi Kementerian Koperasi dan UKM, Taty Ariati, di Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan pihaknya telah menyusun tiga Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), yakni SKKNI di bidang koperasi, SKKNI retail, dan SKKNI ekspor.

Taty berharap pelaku UKM yang mengekspor produknya, termasuk pendamping dan konsultan ekspor, memenuhi SKKNI yang telah ditetapkan. “Kami sendiri rutin menyelenggarakan pelatihan SKKNI khusus untuk ekspor agar SDM kita siap masuk ke pasar global,” katanya. Taty menekankan pentingnya kemampuan pelaku koperasi dan UKM ekspor dalam hal komunikasi dan dokumentasi.

Korespondensi dengan buyer, kata dia, menjadi kunci utama dalam menjalin jejaring yang lebih luas, termasuk dalam melakukandeal-deal bisnis dengan lebih optimal.

“Di Jawa Timur, misalnya, kami melatih 30 pelaku usaha, pendamping, dan konsultan ekspor agar mereka bisa memenuhi SKKNI,” katanya.

Butuh Persiapan

Sementara itu, Asisten Deputi Urusan Peran Serta Masyarakat Kementerian Koperasi dan UKM, Budi Mustopo, mengatakan waktu penerapan MEA 2015 hanya menyisakan kurang dari dua tahun. Untuk itu, dibutuhkan persiapan yang matang bagi KUMKM untuk menghadapinya.

Saat ini, kata dia, kesiapan KUMKM untuk mengantisipasi peluang dan dampak dari penerapan MEA masih rendah. Karena itu,diperlukan kerja keras dari semua pihak, baik pemerintah pusat maupun daerah, serta masyarakat agar menjalin kerja sama dan sinergi yang baik guna mengantarkan KUMKM menyambut peluang dan tantangan MEA 2015, khususnya bagi pelaku KUKM yang telah memunyai produk-produk unggulan.

Salah satu komitmen pemerintah, khususnya Kementerian Koperasi, melalui Deputi Bidang Pengembangan SDM untuk mengantisipasi MEA 2015 adalah dengan melaksanakan program peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan.

Pelatihan yang telah dilaksanakan di antaranya pelatihan peningkatan kapasitas SDM KUKM dalam pengembangan produk unggulan daerah. “Program ini dilakukan untuk mengembangkan produk unggulan daerah berwujud barang atau jasa yang memiliki ciri khas/keunikan/distinctive daerah, keterampilan turun-menurun, sumber daya alam yang hanya ada di suatu tempat, dan memiliki potensi pasar lokal maupun ekspor,” ungkapnya.

Menurut Budi, sejatinya, keberhasilan program peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan ini sangat ditentukan oleh partisipasi aktif seluruh peserta pelatihan. Dengan demikian, nantinya, dari pelatihan ini, diharapkan terwujud efisiensi produksi sertapeningkatan bargaining position, baik dalam pembelian bahan baku maupun penjualan dari produk yang dihasilkan. mza/E-3