. Lembaga Sertifikasi Profesi: 12/11/14

Kamis, 11 Desember 2014

Kelemahan Indonesia Menghadapi MEA 2015

Kelemahan-kelemahan Indonesia yang belum bisa bersaing dengan negara-negara ASEAN adalah: Pertama, Indonesia belum mampu atau tidak mau mengolah sumberdaya alam yang dimilikinya. Sekarang ini 40% ekspor Indonesia berupa bahan mentah dari sumberdaya alam seperti batubara, minyak nabati, gas, dan minyak bumi. UU baru yang melarang ekspor mineral mentah barangkali merupakan angin segar tetapi harus didukung dengan modal dan teknologi tinggi untuk mengolahnya.

Kedua, SDM Indonesia sampai saat ini juga tergolong masih rendah kualitasnya, terutama ahli-ahli atau sarjana eksakta (teknik) yang masih kurang.

Ketiga, infrastruktur Indonesia yang buruk juga menyebabkan ekonomi biaya tinggi bagi produksi barang dan jasa sehingga harganya tidak bisa bersaing di pasar ASEAN. Sampai saat ini pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur masih rendah. Total pengeluaran pemerintah dari APBN untuk infrastruktur hanya 2% dari PDB. Smentara Vietnam mengeliarkan belanja infrastruktur 8% dari PDB nya bahkan China sampai mengeluarkan belanja infrastruktur 10% dari PDB nya. Menurut ADB (2011) panjang jalan di Indonesia adalah yang terpendek di ASEAN.

Keempat, di sektor jasa Indonesia sangat ketinggalan. Padahal seperti diketahui dalam ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) sudah dibuka liberalisasi untuk profesi Akuntan, dokter, dokter gigi, insinyur, perawat, dan arsitek.

Kelima, sektor pertanian yang merupakan sektor potensial Indonesia ternyata banyak ditinggalkan oleh berbagai kebijakan pemerintah. Padahal negara ASEAN lain juga punya sektor unggulan sektor pertanian dan mereka mengembangkannya dengan sungguh-sungguh. Contohnya adalah Thailand dan Vietnam.

Kebijakan ASEAN Dalam menyediakan fasilitas perdagangan

Pembahasan secara statistik menunjukkan bahwa setelah penerapan beberapa kebijakan yang terkait dengan MEA terjadi kenaikan arus perdagangan produk ke pasar ASEAN. Hal ini menunjukkan bahwa pembukaan barrier to entry akan memperkuat arus Perdagangan. Berkaitan dengan hal tersebut beberapa rekomendasi dapat diusulkan, melihat elemen-elemen dalam MEA ini berupa kebijakan (policy).

Kesepakatan pasar ASEAN dalam Skema MEA ini merupakan salah satu peluang bagi perkembangan produk untuk mampu diterima di pasar internasional. MEA merupakan pintu masuk bagi produk-produk Indonesia. Selain produk industri yang sudah mapan, peluang ini juga harus mampu diraih oleh industri kecil.

Konsekuensi logis dari hal ini adalah, daya saing produkdi setiap level industri haruslah tinggi. Untuk mencapai hal tersebut perlu industri kecil perlu dilatih untuk mampu memenuhi peluang tersebut dengan cara menciptakan kemitraan antara industri besar dan kecil yang diupayakan mampu menciptakan simbiosis mutualisme. Industri kecil akan dilatih oleh industri besar dan kelak industri kecil mula -mula akan menjadi subsidiary (cabang) dari industri besar. Industri kecil dapat menjadi penyedia komponen -komponen yang dibutuhkan oleh industri besar. Sedangkan industri besar secara tidak langsung akan menjadi agen bagi penjualan produk industri kecil karena produk tersebut termuat sebagai komponen produk industri besar.

Berkaitan dengan kebijakan ASEAN dalam penyediaan fasilitasi perdagangan, perlu dilakukan peningkatan upaya pemerintah hal-hal sebagai berikut ini:

1. Penghapusan Hambatan Tarif
  • Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang akuntabel
  • Pengurusan persyaratan asal barang (rules of origin/roo melalui formulir yang mudah dan sederhana serta biaya yang murah

2. Penghapusan Hambatan Non-Tarif
  • Dikuranginya dominasi perusahaan atau badan tertentu yang dimilikipemerintah atas impor komoditas tertentu,
  • Berkurangnya inspeksi kualitas, kuantitas, dan harga bar ang di negara eksportir sebelum dikirim, dengan inspektur dari hak otoritas di negara importer
  • Dikuranginya larangan/batasan impor

3. Kerjasama Kepabeanan
  • Kerjasama yang baik antar instansi pemerintah yang terlibat dalam pengurusan perizinan ekspor/impor
  • Prosedur perizinan pengurusan ekspor/impor yang mudah
  • Waktu pemrosesan perizinan ekspor-impor dan dokumen perizinan ekspor/impor yang sederhana

Selain kebijakan-kebijakan tersebut diatas berkaitan dengan fasilitasi perdagangan ASEAN, Pemerintah dapat menetapkan kebijakan yang bersifat mendorong terjadinya kemitraan. Kebijakan tersebut dapat memuat reward yang bisa mendorong minat bermitra bagi industri besar dan minat untuk mengembangkan diri bagi industri kecil.

Perbankan sebenarnya merupakan pihak yang sangat dekat perannya dalam rangka MEA ini, melihat fungsi perbankan adalah sebagai lembaga intermediasi dari pihak surplus dana kepada pihak defisit dana. Perbankan merupakan penghubung antara investor dengan industri. Sehingga dalam hal ini perbankan merupakan nahkoda dari lajunya industri. Dalam Skema MEA perbankan dapat berperan dengan mengucurkan kredit kepada industri kecil untuk pengembangan kualitasnya. Kredit yang disalurkan selain untuk memperluas usaha juga untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan.

Bank Sentral selaku pemegang kebijakan tertinggi moneter dan perbankan Indonesia, berwenang menetapkan kebijakan kredit perbankan bagi usaha kecil yang dapat juga memuat rewards dan punishment bagi industri perbankan terkait dengan pengucuran kredit bagi usaha kecil. Bank sentral juga berwenang memberikan kebijakan untuk mendorong arus investasi perbankan dari sektor finansial menuju kearah sektor produksi, melihat sektor produksi barang dan jasa inilah yang benar-benar menarik arus devisa ke dalam cadangan devisa Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dampak suatu kebijakan secara kuantitatif dengan tujuan agar hasil dari kebijakan benar-benar dapat ditunjukkan secara eksak dan terukur sehingga memudahkan bagi pengambilan keputusan lebih lanjut. Pada tataran ini, semua variabel penelitian haruslah bersifat terukur terlebih dahulu, barulah dampak dari suatu kebij akan bisa diamati secara kuantitatif.

Untuk selanjutnya penelitian-penelitian mengenai dampak kebijakan secara kuantitatif sangat diperlukan, melihat sampai saat ini dirasakan penelitian kuantitatif mengenai dampak kebijakansangat kurang dilaksanakan. Pen elitian selanjutnya diharapkan mampu mengukur dampak kebijakan serta elemen kuantitatif yang menyertai suatu kebijakan, misalnya: kebijakan akan menyebabkan waktu pelayanan lebih singkat sehingga arus barang menjadi lebih cepat karena semakin singkatnya waktu. Kebijakan yang dapat diukur secara kuantitatif akan memudahkan bagi pengambilan keputusan secara lebih tepat bagi banyak pihak.

PENGARUH MEA 2015 TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN

Proses regionalisasi (dalam bidang ekonomi) kawasan ASEAN diawali dengan disepakatinya Preferential Trading Agreement (PTA) tahun 1977, dilanjutkan dengan ASEAN Free Trade Area (AFTA) tahun 1992, dan akan berakhir dengan terbentuknya ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015. MEA ini merupakan realisasi dari integrasi ekonomi yang term uat dalam visi ASEAN 2020. Salah satu pilar utama MEA adalah aliran bebas barang (free flow of goods) di mana pada tahun 2015 perdagangan barang di kawasan ASEAN dilakukan secara bebas tanpa mengalami hambatan, baik tarif maupun non -tarif.


Upaya untuk mewujudkan ASEAN sebagai kawasan dengan aliran barang yang bebas dalam skema MEA merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari skema yang ada sebelumnya, yaitu preferential Trading Agreement (PTA) tahun 1977 dan ASEAN Free Trade Area (AFTA) tahun 1992. Perbedaan paling mendasar antara skema PTA, AFTA, dan MEA dalam mendorong terjadinya aliran barang yang bebas di ASEAN adalah PTA dan AFTA lebih menekankan padapengurangan dan penghapuan hambatan tarif, sedangkan MEA lebih menekankan pada pengurangan dan penghapuan hambatan non-tarif (Sjamsul Arifin dkk, 2008: 71).


Kerangka aliran bebas barang yang termuat dalam cetak biru MEA 2015 menjelaskan mengenai arah dan cara mencapai MEA 2015 yang meliputi penghapusan hambatan tariff, penghapusan hambatan non-tarif, dan fasilitas perdagangan lainnya. Cetak biru aliran bebas barang MEA 2015 tersebut dimaksudkan untuk memberikan berbagai kemudahan perdagangan di kawasan ASEAN yang dikenal sebagai ASEAN Trade Facilitation.


Kebijakan tentang ASEAN Trade Facilitation antar negara ASEAN diatas tidak lain bertujuan untuk memacu perekonomian di kawasan Asia Tenggara, khususnya anggota -anggota ASEAN. Kemudahan-kemudahan yang diberikan diharapkan akan meningkatkan volume perdagangan antar negara-negara ASEAN.