Proses regionalisasi (dalam bidang ekonomi) kawasan ASEAN diawali dengan disepakatinya Preferential Trading Agreement (PTA) tahun 1977, dilanjutkan dengan ASEAN Free Trade Area (AFTA) tahun 1992, dan akan berakhir dengan terbentuknya ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015. MEA ini merupakan realisasi dari integrasi ekonomi yang term uat dalam visi ASEAN 2020. Salah satu pilar utama MEA adalah aliran bebas barang (free flow of goods) di mana pada tahun 2015 perdagangan barang di kawasan ASEAN dilakukan secara bebas tanpa mengalami hambatan, baik tarif maupun non -tarif.
Upaya untuk mewujudkan ASEAN sebagai kawasan dengan aliran barang yang bebas dalam skema MEA merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari skema yang ada sebelumnya, yaitu preferential Trading Agreement (PTA) tahun 1977 dan ASEAN Free Trade Area (AFTA) tahun 1992. Perbedaan paling mendasar antara skema PTA, AFTA, dan MEA dalam mendorong terjadinya aliran barang yang bebas di ASEAN adalah PTA dan AFTA lebih menekankan padapengurangan dan penghapuan hambatan tarif, sedangkan MEA lebih menekankan pada pengurangan dan penghapuan hambatan non-tarif (Sjamsul Arifin dkk, 2008: 71).
Kerangka aliran bebas barang yang termuat dalam cetak biru MEA 2015 menjelaskan mengenai arah dan cara mencapai MEA 2015 yang meliputi penghapusan hambatan tariff, penghapusan hambatan non-tarif, dan fasilitas perdagangan lainnya. Cetak biru aliran bebas barang MEA 2015 tersebut dimaksudkan untuk memberikan berbagai kemudahan perdagangan di kawasan ASEAN yang dikenal sebagai ASEAN Trade Facilitation.
Kebijakan tentang ASEAN Trade Facilitation antar negara ASEAN diatas tidak lain bertujuan untuk memacu perekonomian di kawasan Asia Tenggara, khususnya anggota -anggota ASEAN. Kemudahan-kemudahan yang diberikan diharapkan akan meningkatkan volume perdagangan antar negara-negara ASEAN.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar