LSP Telematika merupakan lembaga yang bersifat independen dan profesional di dalam membuat dan mengembangan standarisasi kompetensi kerja, melakukan Verifikasi terhadap tempat uji kompetensi yang berpedoman kepada ISO 17011, membuat materi uji kompetensi dan menerbitkan sertifikat kompetensi dengan menggunakan sistem yang berpedoman kepada ISO 17024, yang merupakan rujukan profesionalisme bagi industri di dalam dan di luar negeri.
JAKARTA– Pemerintahan baru bersama dunia usaha harus mempercepat penerapan sertifikasi kompetensi tenaga kerja. Tujuannya agar tenaga kerja Indonesia mampu bersaing saat implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir 2015.
Ada lima profesi di bidang jasa yang akan dibebaskan saat pemberlakuan MEA. Antara lain di bidang kesehatan, pariwisata, logistik, angkutan udara, dan telematika. Dengan ditandatanganinya MRA (mutual recognition agreement) antar-negara ASEAN oleh Pemerintah Indonesia sejak 2009 silam, tenaga kerja di kelima bidang jasa tersebut diharuskan punya standar sertifikasi kompetensi.
“Pemerintah sudah secara formal menandatangani MRA di kelima bidang jasa itu, tapi di sisi lain infrastruktur untuk sertifikasinya sendiri belum siap. Saat ini yang sudah relatif siap hanya satu, yaitu bidang pariwisata,” ujar Wakil Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Sumarna F Abdurahman di sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) 2014 Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), di Jakarta, kemarin.
Menurut Sumarna, kesiapan sektor pariwisata tak lepas dari perangkat hukum pendukungnya, seperti undangundang yang mensyaratkan tenaga kerja bidang pariwisata harus bersertifikat. Selain itu, asosiasi industrinya pun proaktif membuat standarnya. Adapun sektor lain seperti kesehatan, misalnya, koordinasi tidak berjalan baik.
“Penetapan lembaga sertifikasi hampir semua sektor mengarahnya ke BNSP. Kecuali dunia kesehatan, mereka maunya berdiri sendiri karena alasannya di kedokteran kan sudah ada konsulnya. Akhirnya standarnya belum ada, lembaga sertifikasinya juga belum ada,” tukasnya.
Ia menambahkan, sertifikasi kompetensi di era MEA nanti, selain meningkatkan daya saing, bisa menjadi semacam penghambat nontarif di Indonesia. Konkretnya, mulai akhir 2015 tenaga asing dari negara ASEAN boleh masuk dan bekerja di Indonesia dengan syarat memiliki sertifikasi kompetensi. “Aturan lainnya nanti bisa diatur di tiap sektor. Itu yang namanya domestic regulation ,” ungkapnya.
Dengan waktu pelaksanaan MEA yang kurang dari dua tahun lagi, Sumarna menyatakan, sulit bagi Indonesia mengejar ketinggalan. Padahal, negara lain seperti Malaysia dan Thailand sudah siap. Bahkan, Thailand mengajarkan bahasa Indonesia di balai-balai diklatnya. “Memang sulit, tapi kita bisa mulai dari sekarang oleh pemerintahan baru. Semangatnya Indonesia incorporated, harus kerja sama pemerintah-swasta. Di negara lain semua kompak kerja sama,” tandasnya.
Pengusaha dari Gabungan Pengusaha Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Budi Prasetio mengatakan, jika industri pengguna tenaga kerja yang bersangkutan harus membuatstandarkompetensidansertifikasi sendiri, maka akan butuh waktu panjang. Oleh sebab itu, pihaknya meminta Kadin membantu memfasilitasi akses dan lembaga sertifikasi profesi (LSP).
Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto menilai Indonesia belum melakukan persiapan apa pun dalam menghadapi MEA. Hal ini terlihat dari belum terbangunnya berbagai fasilitas atau sarana untuk integrasi ekonomi, baik di domestik maupun ke ASEAN. Ia mencontohkan, penggunaan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai sarana integrasi mutu produk dalam negeri masih jauh dari memadai.
Belum lagi integrasi kebijakan, harmoni kebijakan pusat-daerah, serta integrasi pelayanan masyarakat dan dunia usaha. Dalam hal ini asosiasi usaha berperan strategis dalam menciptakan integrasi dalam industri sekaligus menciptakan pasar bersama bagi produk Indonesia. “Jadi, bisa saya katakan bahwa peran asosiasi dalam MEA nanti adalah sentral,” tegasnya.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Koordinator Asosiasi Noke Kiroyan menambahkan, sebagai pihak yang menyuarakan kepentingan pelaku usaha ke penentu kebijakan dan pihak lain yang terkait, asosiasi bisnis memiliki peranan penting dalam upaya meningkatkan iklim usaha yang kondusif, mengembangkan usaha, serta membuka peluang bisnis seluas-luasnya.
“Kita mengharapkan agar asosiasi- asosiasi bisnis yang ada dilibatkan secara proaktif dalam sinergi kerja yang produktif oleh pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan yang ingin diraih,” pungkasnya. ●inda susanti Sumber : http://www.koran-sindo.com/node/420395
Tidak ada komentar :
Posting Komentar